Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mafia Peradilan Diusut

Kompas.com - 23/04/2013, 02:07 WIB

Jakarta, Kompas - Komisi Pemberantasan Korupsi menduga mafia peradilan dalam kasus suap terkait pengurusan perkara korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung yang disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung diduga bermain hingga ke Mahkamah Agung.

KPK pun mulai mengusut dugaan ini dengan memeriksa sejumlah hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandung dan Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Barat.

Dalam kasus suap terkait pengurusan perkara dana bantuan sosial (bansos) ini, KPK menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi Tejocahyono; pemimpin salah satu organisasi masyarakat di Bandung, Toto Hutagalung; anak buah Toto, Asep Triatna; serta Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Bandung Hery Nurhayat. Setyabudi adalah salah satu majelis hakim yang menyidangkan perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengakui, KPK menduga, sebagai hakim, Setyabudi tak bermain sendiri. ”Ada dugaan pelakunya bukan tunggal. Belum ada indikasi terorganisasi, tetapi kami menduga, ST (Setyabudi Tejocahyono) ini bukan pelaku tunggal. Tentu harus ada dukungan dua alat bukti,” kata Johan di Jakarta, Senin (22/4).

KPK kemarin memeriksa sejumlah hakim dalam kasus ini, Ketua PN Bandung Singgih Budi Prakoso; mantan Pelaksana Tugas Ketua PT Jabar, CH Kristi Purnamiwulan; Ketua PT Jabar Marni Emmy Mustafa; dan mantan Ketua PT Jabar, Sareh Wiyono. Sareh pernah menjabat sebagai panitera MA. Sareh diangkat sebagai panitera oleh Bagir Manan saat menjadi Ketua MA, dan dimutasi menjadi Ketua PT Semarang pada masa kepemimpinan Harifin A Tumpa.

Informasi yang diperoleh Kompas, KPK mendapatkan sejumlah petunjuk ada keterlibatan mafia peradilan yang bermain hingga ke Mahkamah Agung (MA). KPK telah mengetahui siapa pihak yang terlibat mengurus perkara korupsi dana bansos. Pihak yang biasa mengurus perkara ini bahkan dapat ”mengamankan” sebuah perkara sejak pengadilan tingkat pertama hingga ke MA.

Belum ada kesimpulan

Namun, menurut Johan, KPK belum memastikan pihak yang diduga terlibat di luar Setyabudi, cukup terorganisasi dalam mengurus perkara korupsi dana bansos di Pengadilan Tipikor Bandung ini. ”Sinyalemen bahwa ada permainan kasus kan sudah menjadi rahasia umum. Namun, penegak hukum tak boleh berangkat dari sinyalemen, tapi dari fakta dan bukti yang pasti. Belum ada kesimpulan ini terorganisasi, tetapi pelakunya ada dugaan tak hanya satu,” kata Johan.

Seusai diperiksa, empat hakim yang diperiksa sebagai saksi lebih banyak memilih bungkam saat ditanya wartawan. Hakim Kristi sempat menjawab, dia ditanya soal perkara, tetapi tidak dijelaskan perkara apa yang dimaksud. Sementara Sareh berulang kali menjawab tidak tahu atas sejumlah pertanyaan wartawan.

Menurut Johan, KPK memeriksa sejumlah hakim di PT Jabar karena ternyata perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung sudah naik ke pengadilan tinggi. ”Kasus ini bermula dari tertangkap tangannya Wakil Ketua PN Bandung, ternyata dalam konteks ini kasusnya juga sedang naik ke PT Jabar. Jadi, ada informasi yang perlu digali oleh penyidik KPK berkaitan dengan kasus yang ditangani ST,” ujarnya.

Saat ditanya kemungkinan KPK memeriksa sejumlah pihak di MA, Johan mengatakan, hal itu mungkin saja dilakukan, sepanjang penyidik KPK memerlukannya. ”Seperti yang disampaikan Wakil Ketua MA Pak Timur Manurung, yang menyampaikan bahwa, ’Tolong KPK mengungkap tuntas’. Tentu dasarnya bukti-bukti, ini yang sedang diusut mengenai kasus ST,” katanya.

Secara terpisah, Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengatakan, pimpinan MA mempersilakan aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan apabila ada temuan yang menyangkut dugaan keterlibatan orang MA dalam perkara korupsi dana bansos Pemkot Bandung.

Namun, ia meminta hal itu dilakukan secara proporsional dan prosedural. ”Tak selayaknya pimpinan institusi tertentu memukul rata perilaku hakim dan peradilan sebab perilaku segelintir oknum,” alasannya. (bil/ana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com