INGKI RINALDI
Kesadaran mengenai bencana banjir yang kerap mengancam wilayah tersebut menjadi dasar kesiagaan mereka. Sejak Desember 2004, ancaman itu makin bertambah dengan adanya potensi tsunami. Kesadaran ini seperti beriring sejalan kesadaran warga akan mitigasi bencana seperti yang kini tumbuh di Aceh.
Apalagi, energi
Di Sumatera Barat terdapat tujuh kabupaten/kota yang kemungkinan terkena dampaknya, yaitu Kota Padang, Pariaman, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Pesisir Selatan, Padang Pariaman, Agam, dan Pasaman Barat.
Untuk mengawasi terus-menerus kemungkinan ancaman bencana itu, jelas diperlukan kesiapsiagaan sepanjang masa. Ini berarti ketersediaan sumber daya manusia yang mampu dan mau melaksanakannya. Bagi warga di permukiman tersebut, sumber daya ini tersedia melimpah. Setiap hari, mereka terkonsentrasi di sebuah pos
Sejak dibangun pada tahun 1980-an, konstruksi kayu belum mengalami perubahan. Hanya atap rumbia yang kini diganti seng, serta beberapa bagian dinding seng keropos yang diganti satu per satu. Sejak 2001, warga yang berkumpul di pos ditemani sebuah televisi warna ukuran 21 inci. Televisi itu disumbangkan seorang warga bernama Usman Tanjung. ”Pak Usman meninggal sekitar dua tahun lalu,” sebut Zarmawi.
Namun, hingga kini televisi itu tetap menjadi teman bagi warga yang tengah berkumpul sembari memantau keadaan sekitar. Pemutakhiran kondisi setelah gempa, seperti potensi tsunami, merupakan jenis informasi yang paling banyak dicari warga dari tabung kaca itu.
Di antara tiga pos sejenis di kawasan permukiman itu, pos tersebut merupakan yang paling ramai. Letaknya di satu pinggiran aliran Sungai Kuranji di barisan terdepan dari garis pantai. Jaraknya dari bibir pantai sekitar 2 kilometer. Kawasan tersebut termasuk zona merah paparan tsunami.
Sejak dua tahun terakhir, Syamsudin (60) yang bekerja
Pada peristiwa banjir bandang yang melanda sebagian Kota Padang pada 24 Juli 2012, peran warga seperti Syamsudin yang memantau di dalam posko itu terbukti sangat membantu. Bencana yang terjadi berimpitan dengan waktu maghrib itu sebagian disebabkan luapan Sungai Kuranji. Ketika itu, dengan sigap, Syamsudin memperingatkan warga yang tengah berbuka puasa. ”Wooii jago, lah ka
Selain berteriak, sepotong bekas tiang listrik yang digantung di depan pos juga menjadi tanda peringatan lain bagi warga. Potongan tiang dengan bunyi nyaring itu kadang dipukul untuk menambah kesadaran warga.
Gelontoran air laut yang
Saat itu, sejumlah warga yang tengah berada di dalam pos juga sontak berteriak-teriak memperingatkan warga. Atas peringatan itu, sebagian besar warga kemudian mengevakuasi diri ke lokasi yang lebih tinggi beserta tas-tas khusus berisi dokumen pribadi.
”Tetapi, yang belum bisa diatasi memang kepanikan sebagian besar warga. Karena saat ancaman itu terjadi, warga spontan menyelamatkan diri masing-masing. Saling tabrak dan bahkan ada yang terlindas,” kata Zarmawi. Sebagian jejak gempa di lokasi itu kini masih terekam jelas berupa jejak retakan yang membelah sebagian badan jalan.
Namun, menurut Direktur Eksekutif Yayasan Komunitas Siaga Tsunami (Kogami) Patra Rina Dewi, kesadaran warga seperti itu cenderung terjadi kebetulan. Ini terkait dengan belum terjadinya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana di semua kalangan, termasuk pemerintah, masyarakat, dan kalangan swasta.
”Kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana memang lebih baik sejak delapan tahun terakhir, tetapi setelah gempa berhenti kemudian banyak lagi yang lupa,” sebut Patra.
Masih diperlukan peran