Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Tangkap Pengeroyok

Kompas.com - 10/04/2013, 04:29 WIB

Jakarta, Kompas - Aparat Kepolisian Resor Jakarta Selatan akan terus melakukan operasi penindakan terhadap premanisme. Operasi ini untuk mengantisipasi terjadinya tindak kejahatan. Salah satu hasilnya, polisi berhasil menangkap tiga pelaku pengeroyokan di gerai minimarket, Jalan Cipete Raya, Cilandak, kemarin pagi.

Kepala Bagian Humas Polres Jaksel Komisaris Aswin, Selasa (9/4), mengatakan, sejumlah operasi yang dilakukan ternyata cukup membantu untuk mengungkap sebuah kasus.

Tiga orang itu langsung ditangkap karena Kepolisian Sektor Cilandak sudah mendata ketiganya dalam sebuah operasi selama tiga bulan terakhir. ”Pelaku ada tiga orang, berinisial J (25), FS (21), dan FA (23). Kami masih mengejar empat pelaku lainnya, yakni I, JY, FN, dan T,” kata Aswin dalam jumpa pers di Markas Polsek Cilandak.

Menurut Kepala Polsek Cilandak Komisaris Sungkono, pelaku melakukan aksi premanisme dengan dalih sebagai tukang parkir. Tiga orang yang jadi korban pengeroyokan itu adalah Azwar, Agus, dan Manik. Pengeroyokan terjadi saat korban nongkrong di sebuah minimarket. Saat hendak pergi, mereka dimintai uang parkir, tetapi menolak dengan alasan bakal kembali lagi. Akhirnya terjadi cekcok yang berujung pengeroyokan.

Korban mengalami luka-luka, bahkan Manik harus dirawat di RS Fatmawati karena mengalami luka parah. Mereka lantas melaporkan ke Polsek Cilandak. Polisi menunjukkan data pelaku yang didapat dalam operasi terhadap preman yang kemudian dibenarkan korban. ”Dengan data yang ada itu, kami langsung menangkap mereka, hanya beberapa jam setelah kejadian,” katanya.

Dalam operasi terhadap preman, Sungkono mengatakan, pihaknya telah menjaring puluhan orang selama tiga bulan terakhir. Aswin menambahkan, selain penindakan, polisi juga berupaya mencegah munculnya premanisme, di antaranya dengan menyekolahkan pemuda penganggur. Sudah 70 pemuda dikursuskan komputer di sebuah sekolah teknik di Jaksel selama satu bulan.

”Kegiatan ini untuk mencegah munculnya preman baru. Mereka yang 70 orang ini sudah lulus dan sebagian kami bantu untuk menyalurkan ke tempat kerja,” ujarnya.

Kendala pembinaan

Lima bulan terakhir, Polda Metro Jaya dan jajaran menjaring 2.315 orang dalam operasi cipta kondisi. Dari jumlah tersebut, sebanyak 458 orang ditahan karena terbukti melakukan tindak pidana dan 1.840 orang dilepas kembali setelah ”dibina”.

Pembinaan terhadap mereka, yang diduga pelaku premanisme tetapi tak terbukti kejahatannya, hanya sebatas pendataan identitas dan pemotretan profilnya. Belum ada pembinaan menyeluruh dan terpadu, yang bertujuan membawa mereka ke luar dari dunia premanisme.

”Saat mereka terjaring operasi, kami hanya punya waktu 1 x 24 jam untuk memeriksa. Jika terbukti melakukan pidana, baru bisa ditahan. Kalau tidak, kami hanya mendata dan memberikan pengarahan tentang perlunya taat hukum dan menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto.

Lebih lanjut Rikwanto mengungkapkan, kepolisian belum bisa melangkah lebih jauh dalam pembinaan mereka yang oleh masyarakat disebut sebagai preman. Sebab, selain ditangkap atau terjaring operasi di lokasi berbeda, kondisi preman itu sendiri jadi kendala, baik secara fisik, pendidikan, maupun mental.

”Mereka sudah banyak yang terbiasa hidup tanpa aturan, tak terlalu harus kerja keras, tetapi bisa mendapat uang cukup besar. Jadi, tidak mau kalau disuruh bekerja dengan jam kerja yang pasti dan ketat, sementara penghasilan yang didapatnya tidak sebesar kalau tetap menjadi preman. Karena itu, tidak usah heran, yang terjaring operasi orangnya bisa itu-itu saja,” tuturnya.

Kepolisian juga tak punya dana atau tempat untuk memberikan pelatihan keterampilan kerja atau pendidikan.

Rikwanto menambahkan, Polda Metro saat ini berupaya bekerja sama dengan lembaga atau perusahaan yang peduli pendidikan. Dengan program Polisi Peduli Pengangguran, setiap polres atau polsek berupaya mendata dan mencari warga usia produktif yang belum bekerja untuk didata dan diupayakan disalurkan ke perusahaan yang membutuhkan tenaganya, atau mendapat pelatihan pendidikan yang dibutuhkan warga untuk siap bekerja.

Beberapa polsek dan polres sudah berhasil melaksanakan program Polisi Peduli Pengangguran. Polres Metro Jaksel, misalnya, baru-baru ini dapat memasukkan 70 orang usia produktif untuk mendapat pelatihan komputer. ”Mereka mendapat kursus gratis basic computer yang diharapkan bisa jadi modal dasar dalam mendapat pekerjaan,” kata Kepala Polres Metro Jaksel Kombes Wahyu Hadiningrat.

Sementara itu, Zakarias Sabon (68), tokoh masyarakat asal Nusa Tenggara Timur, mengusulkan, kelompok pemuda pengangguran yang berasal dari daerah yang datang di Jakarta perlu diberikan bekal pelatihan dan pekerjaan serta pembinaan moral.

Untuk meminimalkan aksi kekerasan, Zakarias meminta kelompok pemuda di Jakarta didekati dengan cara kekeluargaan yang dilakukan terus-menerus. ”Peranan orangtua atau orang yang ditokohkan pada setiap kelompok itu harus hadir sebagai figur yang mendamaikan suasana, bukan menyulutkan api,” kata Zakarias. (RAY/RTS/K07)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com