Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demokrasi Berlabel Amuk Massa

Kompas.com - 04/04/2013, 02:31 WIB

Demokrasi prosedural

Putaran pertama pemilihan wali kota Palopo dilaksanakan bersama pemilihan gubernur Sulsel. Namun, hasilnya tak ada pasangan yang memperoleh suara di atas 30 persen sehingga pilkada berlangsung dua putaran. Pelaksanaan pada awalnya berjalan lancar sesuai dengan tahapan yang ditetapkan KPU Palopo. Terjadi persaingan ketat, bahkan putaran pertama dimenangi pasangan Haidar-Thamrin. Namun, putaran kedua dimenangi Judas-Akhmad dengan selisih 738 suara sehingga pendukung Haidar-Thamrin menganggap ada permainan ”kotor” penyelenggara. Sangat disayangkan, kekecewaan pendukung Haidar-Thamrin terhadap hasil penetapan KPU Palopo tak disalurkan ke proses hukum. Padahal, mereka bisa mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi. Mereka justru bertindak anarkis dengan amuk massa dan merusak gedung yang menimbulkan suasana mencekam dan menebar ketakutan kepada masyarakat Palopo.

Tindakan massa pendukung ini tidak mencerminkan sikap demokratis dan tidak memahami esensi nilai demokrasi. Dalam kontes pemilihan, apakah itu wali kota, gubernur, atau presiden sekalipun, para kontestan peserta berkomitmen siap kalah dan siap menang.

Sikap calon beserta pendukung yang awalnya berkomitmen siap kalah dan siap menang ternyata semu belaka. Mereka hanya siap menang dan tak siap kalah. Proses demokrasi hanya dipahami sebagai suatu prosedur dan mengabaikan substansi demokrasi itu. Kekecewaan sama sekali tak boleh dilampiaskan dengan tindakan destruktif, merusak properti negara, apalagi ”membunuh” pendukung lain. Dalam aksi amuk massa itu, yang juga memprihatinkan adalah kehadiran aparat keamanan di tempat kejadian yang tidak mampu berbuat ataupun mencegah.

Keprihatinan semakin mendalam karena para tokoh dan pemimpin massa bukannya menenangkan, tetapi justru cenderung memprovokasi. Tidaklah mengherankan bila massa semakin beringas, barbar, dan tidak takut dampak hukumnya. Inilah saatnya bagi para pemimpin di republik ini mengevaluasi sekaligus mencegah kejadian serupa ke depan. Para pemangku kepentingan perlu mencari jalan mengatasi kondisi pemicu konflik. Pemerintah dan aparat keamanan perlu lebih membumi untuk menyerap isu yang berkembang di masyarakat dan menyiapkan antisipasi total. Pembiaran—lebih buruk lagi bila itu kesengajaan—sama sekali tak boleh ditoleransi. Semua harus diusut dan diproses hukum hingga tuntas agar kekerasan tidak terjadi lagi.

M DARWIS Sosiolog Unhas; Mantan Anggota KPU Sulsel; Ketua Jurusan Sosiologi FISIP Unhas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com