Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia dalam Keadaan Bahaya

Kompas.com - 26/03/2013, 09:06 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, merupakan teror terhadap publik, hukum, dan negara. Pemerintah harus membentuk tim investigasi untuk mengusut kasus itu. Apalagi, hal itu sudah menjadi sorotan publik internasional. Jika kasus itu tak diungkap, Indonesia terancam bahaya karena negara dikuasai gerombolan bersenjata.

Desakan dibentuknya tim investigasi atau pencari fakta disuarakan sejumlah kalangan, antara lain Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat; Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Franz Magnis-Suseno dan Mudji Sutrisno; Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra; Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar; dan Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, secara terpisah, Senin (25/3/2013), di Jakarta.

Menurut Komaruddin, penyerangan LP Cebongan tersebut mencerminkan terjadinya demoralisasi angkatan bersenjata, baik Polri maupun TNI. Hal itu pukulan bagi pemerintah karena hukum dan pemerintah kehilangan wibawa, dan orang cenderung mencari keadilan dengan caranya sendiri.

”Yang bahaya, kalau pencarian keadilan itu kemudian dengan menggunakan senjata. Dampak negatifnya sangat besar karena masyarakat seakan mendapat pembenaran untuk melakukan kekerasan. Ini juga menambah daftar panjang pelanggaran hak asasi manusia (HAM), pembunuhan, dan penculikan, tetapi aktornya tidak ditemukan,” katanya.

”Sangat perlu Presiden membentuk tim pencari fakta. Kalau (fakta) tidak dibuka dan pelaku tidak dihukum, negara dalam keadaan bahaya karena negara dikuasai kelompok preman dan penegakan hukum tidak berjalan,” kata Magnis.

Tercatat sejumlah media asing melaporkan peristiwa itu, antara lain kantor berita Malaysia Bernama, Bangkok Post (Thailand), The Straits Times (Singapura), Asahi Shimbun (Jepang), Xinhua (China), Voice of America (Amerika Serikat), The Herald (Skotlandia), The Vancouver Sun (Kanada), serta beberapa kantor berita asing.

Menurut Komaruddin, tim investigasi independepen mesti melibatkan tokoh-tokoh kredibel dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus mendukung penuh dengan segala risikonya, terutama jika nanti ada orang kuat yang terlibat.

Menurut Mudji, kasus tersebut menunjukkan suatu kebiadaban. Di negara hukum, yang terjadi justru hukum rimba. Karena itu, Presiden SBY harus serius menangani kasus itu. Kalau tidak, akan tercipta benih-benih yang menunjukkan Indonesia jauh dari negara yang beradab.

Haris Azhar menilai, secara politis kasus itu merupakan teror terhadap publik dan negara. Warga yang diamankan malah tambah tidak aman. ”Presiden harus memberikan dukungan penuh. DPR jangan cuma berkomentar, tetapi tunjukkan kawalannya atas kasus ini,” katanya. Poengky Indarti berharap polisi bekerja sama dengan polisi militer untuk menangkap pelakunya.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Febi Yonesta menegaskan, penyerangan tersebut memperlihatkan kegagalan pemerintah. ”Khususnya, kegagalan Kementerian Hukum dan HAM dalam melindungi para tahanan,” ujarnya.

Saldi Isra mengingatkan pentingnya mengungkap kasus tersebut secara tuntas. Dalam konteks bernegara, kegagalan pengungkapan penyerangan itu sama saja dengan kegagalan Presiden melindungi rakyatnya. ”Ini kan kantor pemerintah. Milik pemerintah saja diserang dan tidak bisa melindungi, apalagi melindungi rakyatnya,” kata Saldi.

Kemarin, pemimpin sejumlah lembaga yang tergabung dalam forum Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan HAM, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian sepakat agar kasus tersebut diungkap tuntas. ”Jangan khawatir, seluruh pimpinan lembaga tadi meyakinkan bahwa siapa pun pelakunya harus diungkap,” ujar Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.

Di Sleman, Kepala LP Cebongan Sukamto Harto mengatakan ada potensi kerawanan. ”Dari berkas yang ada, keempat tahanan itu terlibat dalam pembunuhan anggota TNI AD. Untuk menghindari adanya aksi pembalasan seperti kasus di Baturaja, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan, dibutuhkan pengamanan tambahan,” ujarnya.

Menyadari hal itu, Sukamto meminta bantuan pengamanan ke Polda DI Yogyakarta. Ia juga menghubungi Polsek Mlati untuk melakukan patroli di sekitar LP.

Pemindahan tahanan, menurut Kapolda DI Yogyakarta Brigadir Jenderal (Pol) Sabar Rahardjo, disebabkan plafon tahanan Mapolda DI Yogyakarta jebol. Namun, berdasarkan pengamatan, ruang tahanan di Lantai 2 Direktorat Reserse Umum dan Khusus tersebut hanya terlihat bocor di bagian plafon.

Sebelum kejadian, Sabar mengatakan telah meminta bantuan pengamanan LP ke Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta. ”Wakapolda telah meminta bantuan ke Kepala Staf Korem agar ditugaskan patroli ke sana (LP). Menurut informasi, Kepala Staf Korem sudah memerintahkan ke Detasemen Polisi Militer,” ujarnya. Namun, saat penyerangan tidak terlihat satu pun petugas polisi dan TNI berjaga-jaga di sekitar LP.

Panglima Kodam IV/Diponegoro Mayor Jenderal Hardiono Saroso mengatakan, pihaknya siap membantu Polda DI Yogyakarta untuk mengungkap pelaku penyerangan. ”Jangan berspekulasi siapa pelakunya. Semua menjadi tanggung jawab penuh saya,” katanya. (IAM/FER/ANA/DWA/RYO/ABK/ANS/SEM/PRA/EDN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

    Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

    Nasional
    PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

    PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

    Nasional
    Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

    Latihan Gabungan, Kapal Perang TNI AL Tenggelamkan Sasaran dengan Rudal Khusus hingga Torpedo

    Nasional
    Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

    Menag Cek Persiapan Dapur dan Hotel di Madinah untuk Jemaah Indonesia

    Nasional
     Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

    Melalui Platform SIMPHONI, Kemenkominfo Gencarkan Pembinaan Pegawai dengan Pola Kolaboratif

    Nasional
    PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

    PPP Anggap Wacana Tambah Menteri Sah-sah Saja, tapi Harus Revisi UU

    Nasional
    Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

    Eks KSAU Ungkap 3 Tantangan Terkait Sistem Pertahanan Udara Indonesia

    Nasional
    Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

    Mayoritas Provinsi Minim Cagub Independen, Pakar: Syaratnya Cukup Berat

    Nasional
    Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

    Soal Gagasan Penambahan Kementerian, 3 Kementerian Koordinator Disebut Cukup

    Nasional
     Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

    Belum Diatur Konstitusi, Wilayah Kedaulatan Udara Indonesia Dinilai Masih Lemah,

    Nasional
    PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

    PAN Setia Beri Dukungan Selama 15 Tahun, Prabowo: Kesetiaan Dibalas dengan Kesetiaan

    Nasional
    PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

    PAN Setia Dukung Prabowo Selama 15 Tahun, Zulhas: Ada Kesamaan Visi dan Cita-cita

    Nasional
    Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

    Koalisi Vs Oposisi: Mana Cara Sehat Berdemokrasi?

    Nasional
    Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

    Pansel Capim KPK Diminta Tak Buat Kuota Pimpinan KPK Harus Ada Unsur Kejaksaan atau Kepolisian

    Nasional
    Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

    Berkaca dari Kasus Firli, Pansel Capim KPK Diminta Lebih Dengarkan Masukan Masyarakat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com