Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hutan Aceh Bisa Hilang

Kompas.com - 20/03/2013, 02:46 WIB

Banda Aceh, Kompas - Sejumlah aktivis lingkungan dan LSM menolak Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh yang berpotensi menghilangkan 1,2 juta hektar hutan di provinsi tersebut. Namun, Kementerian Kehutanan tetap akan mengesahkan usulan yang diajukan Pemerintah Aceh itu.

Menurut Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan, seusai memberikan kuliah umum di Kampus Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Selasa (19/3), pihaknya segera menandatangani Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh tersebut. Saat ini, pengesahan RTRW memasuki babak final.

Beberapa waktu lalu, Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan beberapa bupati dari Aceh menyerahkan rancangan RTRW Aceh kepada Kementerian Kehutanan (Kemenhut). Saat disampaikan, ada satu kabupaten yang masih keberatan dengan rancangan RTRW tersebut, yaitu Aceh Barat Daya. Namun, Zulkifli mengabaikan.

”Biar saja, nanti yang satu itu kembali ke tata ruang yang lama. Itu bisa parsial karena satu kabupaten yang belum setuju tak bisa menghambat lainnya,” paparnya.

Soal penolakan sejumlah kalangan aktivis lingkungan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) serta sejumlah kalangan masyarakat di Aceh, Zulkifli mengatakan, pro dan kontra terkait kawasan hutan merupakan hal biasa saat penyusunan RTRW. ”Gubernur Aceh perlu segera membangun jalan, pertanian untuk swasembada beras, dan perlu menata kembali tata ruangnya. Semua proses sudah dilalui, tentu pro-kontra biasa. Namun, itulah keputusan tim, yang segera kami tanda tangani,” tutur Zulkifli.

Kawasan hutan di Aceh, ujarnya, relatif masih bagus dibandingkan dengan provinsi lainnya di Sumatera. Karena itu, Kemenhut mendukung upaya Aceh menjaga dan memanfaatkan hutan dengan baik.

Zulkifli mengatakan, konversi lahan boleh saja dilakukan asalkan tak melanggar aturan. Misalnya, taman nasional dijadikan kebun sawit. ”Konversi untuk mendukung pertanian menuju swasembada pangan, ya, boleh tentunya. Jika lahan pertanian kurang, padahal pertumbuhan penduduk Aceh meningkat pesat, lalu ada beberapa kawasan hutan yang semula tak boleh, tetapi setelah dikaji untuk kawasan pertanian, semua anggota tim yang mengkajinya menyatakan setuju. Tentu, saya juga setuju karena lahan memang diperlukan bagi pembangunan Aceh,” paparnya.

Berdalih untuk masyarakat

Sebelumnya, belasan LSM peduli lingkungan dan perwakilan masyarakat di Aceh menolak RTRW Aceh yang diusulkan Pemerintah Aceh kepada Kemenhut. RTRW Aceh yang baru dinilai berpotensi mengonversi kawasan hutan di Aceh hingga sekitar 1,2 juta hektar. Sejumlah hutan yang semula berstatus hutan lindung terancam berubah menjadi kawasan pertambangan dan perkebunan sawit.

Meskipun Pemerintah Aceh berdalih perubahan fungsi tersebut untuk mengakomodasi kepentingan masyarakat dengan cara membuka lahan pertanian baru, menurut Koalisi Penyelamatan Hutan Aceh, hanya sekitar 1 persen atau 14,704 hektar yang diperuntukkan bagi lahan masyarakat dari total areal perubahan fungsi hutan itu.

Alokasi terbesar justru diberikan untuk aktivitas pertambangan sekitar 1 juta hektar, disusul penebangan kayu 416,086 hektar, dan konsesi kelapa sawit 256,250 hektar.

Perwakilan dari 18 LSM peduli lingkungan di Aceh yang tergabung dalam Aliansi Tata Ruang Aceh, Effendi Isma, mengatakan, alasan penolakan terhadap usulan RTRW Aceh didasarkan sejumlah alasan. Selain usulan tersebut terindikasi sarat kepentingan dan melanggar berbagai prosedur dan aturan perundangan yang berlaku, juga dinilai tak transparan dan kredibel.

Usulan tersebut juga dinilai tidak melibatkan komponen masyarakat sipil dan proses penyusunannya serta tidak diakuinya Kawasan Ekosistem Leuser sebagai kawasan strategis nasional dari sisi kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan.

Untuk korban tsunami

Menurut Kepala Dinas Kehutanan Sumatera Barat Hendri Octavia, permohonan alih fungsi lahan dari hutan produksi menjadi areal penggunaan lainnya untuk pembangunan hunian tetap korban tsunami di sebagian Kabupaten Kepulauan Mentawai akhirnya disetujui Menhut.

”Persetujuan itu sudah dipastikan melalui surat keputusan izin pemanfaatan kayu (IPK) yang diberikan Menteri Kehutanan tanggal 18 Maret lalu. IPK itu diberikan kepada Primer Koperasi Angkatan Darat,” ujarnya, seraya memastikan status kawasan hutan yang dilepas menjadi areal penggunaan lain mencapai luas 3.982 hektar.(HAN/INK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com