Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pelajaran dari Perang "Medsos" Pilgub Jabar

Kompas.com - 25/02/2013, 21:28 WIB
Amir Sodikin

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com- Hasil Pemilihan Gubernur Jawa Barat memang belum resmi diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum Jabar.

Namun, berbagai survei perhitungan cepat memprediksikan pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar unggul dalam pertarungan tersebut.

Bagi warga pengguna internet (netizen), pertarungan antarkandidat sudah terasa berbulan-bulan sebelum hari H pencoblosan. Pertarungan sengit antarkandidiat dalam Pilgub Jabar terekam juga dalam media sosial (medsos) karena tiap kandidat ternyata kini memiliki "pasukan" juga yang berusaha kampanye di berbagai kanal media sosial.

Hasil akhir setelah pencobloson yang dilakukan pada Minggu (24/2) kemarin, terungkap pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar unggul di media sosial mengungguli pasangan Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki dan Dede Yusuf-Lex Laksamana.

Analis media sosial yang juga Direktur PoliticaWave, Yose Rizal, dan pakar komunikasi politik Effendi Gazali, di Jakarta, Senin (25/2/2013), sama-sama sependapat bahwa pertarungan di Pilgub Jabar terpengaruh juga dengan percakapan di media sosial.

Mereka menyoroti kekalahan sementara pasangan Rieke-Teten akibat beberapa manuver yang dianggap kontraproduktif di mata pengguna media sosial. Kesimpulan mereka adalah bahwa pertarungan Pilgub Jabar telah memberi pelajaran penting bahwa orisinalitas dan kreativitas di dunia politik sangat penting dan menentukan.

Jika Anda tak orisinal dan tak kreatif, maka sentimen negatif lah yang akan dipanen. Bahayanya, di Indonesia, percakapan di media sosial itu kemudian diduplikasi ke kehidupan nyata sehingga sentimen negatif bisa ditularkan.

Kesimpulan tersebut menyoroti sentimen yang teramat negatif dan tiba-tiba dalam sepekan terakhir yang menimpa pasangan Rieke-Teten, padahal pada tiga pekan sebelumnya mereka berada di puncak pertarungan.

Tiga pekan lalu, Aher-Deddy yang diusung Partai Keadilan Sejahtera sempat terpuruk di level terbawah karena terimbas sentimen negatif dari kasus Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq.

Perangkat lunak PoliticaWave selama berbulan-bulan telah memantau percapakan warga pengguna internet (netizen) di Jawa Barat dari berbagai kanal media sosial seperti Twitter, Facebook, Forum, Blog, Youtube, dan situs-situs berita untuk menganalisa respons netizen terhadap para kandidat.

Menurut Direktur PoliticaWave, Yose Rizal, sejak semula ada tiga pasangan yang terekam bertarung sengit yaitu Aher-Deddy, Dede-Lex, dan Rieke-Teten. Di akhir kompetisi, Aher-Deddy unggul pada total jumlah percakapan dengan prosentase 35,9 persen.

Untuk total jumlah pengguna (netizen), pasangan Dede-Lex memimpin dengan prosentase 31,9 persen. Sedangkan Rieke-Teten di posisi ketiga di semua kategori dengan selisih yang tipis.

Terungkap pula, menjelang pencoblosan, elektabilitas kandidat Aher-Deddy dan Dede-Lex masuk ke dalam kategori positif di media sosial. Aher-Deddy memimpin dengan poin 8,08 dan Dede-Lex dengan poin 0,68. Sedangkan Rieke-Teten terkena sentimen negatif dengan poin -15,12.

PoliticaWave mencatat, kondisi tersebut terkait dengan tidak bekerjanya "efek Jokowi". Joko Widodo adalah seorang figur yang memiliki popularitas dan citra positif di media sosial. Namun ternyata tidak semua hal yang berkaitan dengan Jokowi memberikan hal yang positif.

"Upaya Rieke-Teten membawa Joko Widodo sebagai juru kampanye mendapat respon negatif dan positif secara bersamaan. Hal ini dikarenakan Rieke-Teten dianggap menjiplak dan semakin diperburuk dengan pernyataan Rieke yaitu tidak malu menjiplak Jokowi," papar Yose.

Mengacu dari analisa tersebut, PoliticaWave menyimpulkan pasangan Aher-Deddy memenangkan pertarungan Pilgub Jabar ini. Kemenangan Aher-Deddy ini didukung pada dominasi percakapan baik dari segi jumlah percakapan maupun jumlah pengguna uniknya.

Effendi Gazali mengungkapkan, kebiasaan di Indonesia adalah membawa apa yang terjadi di media sosial ke media offline. Karena itu, jika di media sosial ada sentimen negatif, maka sentimen negatif itu bisa ditularkan di dunia nyata.

"Di Indonesia, apa yang ia ketahui di media sosial akan diduplikasi di media konvensional, misalnya dengan SMS atau percakapan langsung," katanya.

Di media sosial sangat sensitif dengan sinisme. Karena itu, gonjang-ganjing pada Partai Demokrat dan PKS akan berpengaruh juga pada sentimen negatif pada pasangan yang bertarung di Jawa Barat. Tapi, mengapa akhirnya yang terimbas negatif pasanga Rieke-Teten yang diusung PDI-P?

"Dalam komunikasi politik, itu terkait dengan recall atau memori yang pendek dari calon pemilih," kata Effendi. Saat itu, yang baru terjadi adalah Jokowi yang merupakan sosok yang diduplikasi Rieke-Teten datang berkampanye dan menjadi perbincangan di media sosial.

"Sejak awal, penggunaan simbol baju kotak-kotak yang berlebihan itu menjadi tidak pas karena terkesan menjiplak, akhirnya di media sosial muncul sinisme. Hal itu terjadi karena di media sosial kreativitas dan orisinalitas itu hal penting," papar Effendi.

Orisinalitas berpolitik tetap menjadi nomor satu di media sosial. Semakin orisinal semakin bagus. "Di Sulawesi Selatan menjiplak Jokowi terbukti gagal dan di Jawa Barat walaupun mampu meningkatkan suara namun belum sesuai harapan," kata Effendi.

Manusia daya ingatnya memang terbatas. Peristiwa tiga pekan lalu bisa dilupakan oleh pendukung PKS di Jawa Barat. "Langkah yang diambil Aher, dengan tidak menggunakan simbol-simbol PKS terlalu kental, ternyata berhasil melokalisir dampak negatif," jelas Effendi.

Sebaliknya, peristiwa yang terjadi beberapa hari sebelumnya yang terkait Partai Demokrat, dan diputar berulang-ulang di televisi, langsung berdampak pada sentimen negatif pada calon dari Partai Demokrat yaitu Dede-Lex.

"Dede-Lex tak mengubah pola kampanye karena di beberapa tempat simbol-simbol Partai Demokrat masih kental terlihat padahal saat itu sedang ada prahara besar di dalam Demokrat," kata Effendi.

Ingatan yang sangat terbatas ini sangat berlaku dalam ilmu komunikasi politik. Karena itu, di Amerika Serikat, yang paling menentukan adalah hasil debat terakhir menjelang pemungutan suara. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com