Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjarakan Pembocor Data

Kompas.com - 19/02/2013, 02:49 WIB

Jakarta, Kompas - Data pribadi yang dikumpulkan pemerintah dalam program KTP elektronik dijamin tidak bocor. Pihak yang tidak berhak meng- akses basis data kependudukan tersebut bisa di- penjara dua tahun atau didenda Rp 25 juta. Petugas yang membantu pembocor pun dapat dipidanakan.

Sanksi tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Karena itu, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengatakan, data kependudukan melalui program KTP elektronik (e-KTP) seharusnya tidak bisa diakses semaunya.

Apalagi, Kemendagri bekerja sama dengan Lembaga Sandi Negara yang membuat pengamanan berlapis. ”Lembaga Sandi Negara yang menjamin data kependudukan tidak mudah bocor,” ujar Gamawan, Senin (18/2).

Pemerintah pun mengingatkan pemerintah daerah untuk menyimpan KTP lama warga dengan baik. Penyalahgunaan KTP lama di kelurahan dan kecamatan adalah pembocoran dokumen negara. ”Penyalahgunaan dokumen negara tentu diproses, baik sebagai pelanggaran administrasi pegawai maupun pidana,” tutur Gamawan.

Saat ini, karena Indonesia belum memiliki UU Privasi, sebetulnya perlindungan data pribadi dapat dilakukan dengan UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). ”Bentuk perlindungan terhadap informasi pribadi dalam UU KIP bahkan sampai mengatur ancaman pidana bagi pihak-pihak yang mengakses dan menyebarluaskan secara tidak sah informasi pribadi, seperti data pribadi, rekening bank, aset atau kekayaan seseorang, juga rekam medis seseorang,” kata Ketua Komisi Informasi Pusat Abdul Rahman Ma’mun.

Mudahnya data atau informasi pribadi berpindah tangan atau bocor kepada pihak-pihak yang tidak sah memunculkan wacana perlunya UU yang mengatur perlindungan data pribadi (UU Privasi). Sebab, data pribadi yang beredar bisa dimanfaatkan pihak lain yang mengakibatkan kerugian pemilik data, mulai dari penipuan atau sekadar direpotkan dengan banyaknya berbagai tawaran telemarketing melalui nomor telepon seluler pribadi.

Menurut Abdul Rahman, dalam UU KIP diatur perahasiaan atau pengecualian informasi pribadi, yaitu Pasal 17 huruf h yang menyatakan, ”Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi Publik, kecuali: Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengungkap rahasia pribadi.”

”Pembocor informasi pribadi bisa dipidana dua tahun penjara bila pihak yang dirugikan atau rahasianya dibocorkan melaporkannya,” kata Abdul Rahman mengutip Pasal 54 Ayat (1).

Jaminan perlindungan

Informasi pribadi yang masuk kategori informasi dikecualikan atau rahasia dalam UU KIP antara lain adalah akta otentik, wasiat seseorang, riwayat dan kondisi anggota keluarga, riwayat dan kondisi perawatan, pengobatan, kesehatan fisik, kondisi keuangan, aset, pendapatan dan rekening bank seseorang, hasil-hasil evaluasi sehubungan dengan kapabilitas, intelektualitas dan rekomendasi kemampuan seseorang dan/atau catatan yang menyangkut pribadi seseorang yang berkaitan dengan kegiatan satuan pendidikan formal dan satuan pendidikan nonformal (Pasal 17 huruf g dan h UU KIP).

Rahasia pribadi juga diatur dalam sejumlah UU, antara lain mengenai data nasabah bank diatur UU No 10/1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia Pasal 9 No 7/6/PBI 2005 tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.

Sesungguhnya, dalam UU No 23/2006 tentang Administrasi Kependudukan disebutkan, setiap penduduk berhak memperoleh perlindungan atas data pribadinya. Instansi pelaksana pencatatan sipil yang dibentuk pemerintah kabupaten/kota wajib menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa kependudukan dan peristiwa penting. Bahkan, ada bab yang secara khusus menegaskan data pribadi, seperti nomor kartu keluarga, NIK, tanggal/bulan/tahun lahir, keterangan kecacatan fisik/mental wajib dijaga kebenarannya dan dilindungi kerahasiaannya.

Menurut pengajar Kebijakan Publik FISIP Universitas Airlangga Surabaya, Gitadi Tegas Supramudyo, semestinya KTP lama segera dimusnahkan sehingga tidak ada kerancuan dokumen kependudukan. Hal terpenting dalam menjaga dokumen dan data warga, kata Gitadi, adalah niat baik serta idealisme dan kejujuran dalam berpolitik dan melayani publik. Ketika ada pelanggaran, penegakan hukum oleh kepolisian dan sanksi administrasi kepegawaian harus segera diterapkan dan diumumkan.

Gamawan mengatakan, data yang tersimpan dalam e-KTP sangat dijamin kerahasiaannya. Untuk menjaga data e-KTP tidak mudah bocor, pihak-pihak yang ingin mengakses data e-KTP harus mendapat izin Mendagri.

Mengenai kekhawatiran soal adanya oknum di Kemendagri yang membocorkan data e-KTP, kata Gamawan, jika terjadi, yang bersangkutan akan dipecat. Menurut Gamawan, selain di Jakarta, pihaknya juga membuat server duplikat data e-KTP di beberapa tempat di Indonesia.

Mengganggu

Pakar ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, FX Sugiyanto, mengatakan, penyalahgunaan data pribadi sangat mengganggu dan merugikan masyarakat. ”Undang-undang privasi dibutuhkan. Kalau tidak, mereka bisa membobol data pribadi orang. Saya khawatir ini dimanfaatkan mafia untuk kejahatan,” kata Sugiyanto.

Kebocoran data pribadi semakin meresahkan karena penipuan juga meningkat. Tawaran melalui telepon seluler, juga telepon di rumah dan di kantor. ”Saya tinggal di desa saja hampir setiap hari banyak yang menawarkan produk perbankan dan pernah kena tipu,” kata Arum Sabil, pengusaha di sektor pertanian yang tinggal di Jember, Jawa Timur.(INA/FAJ/LOK/SON/ETA/SIR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com