Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mantari Bondar, Penjaga Sumber Air Warisan Leluhur

Kompas.com - 30/01/2013, 10:16 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

Pasaribu bersaudara dibantu warga lain lalu memahat batu sepanjang 41 meter selama 14 bulan, akhirnya kerja keras mereka tidak sia-sia. Air mengalir ke kampung dan mengairi sawah serta dapat dipergunakan untuk keperluan sehari-hari.

Untuk mengenang sejarah ini, Pasaribu bersaudara menamakan empat kampung yang kini menjadi desa dengan  sebutan Simaretong. Artinya semua urusan antarkeempat desa harus melibatkan dan diselesaikan oleh keempat desa, termasuk pengelolaan sumber airnya. Nama Haunatas adalah untuk mengingat sejarah dari mana mereka berasal.

Setelah berhasil mendapatkan sumber air, Pasaribu bersaudara diizinkan Marga Siregar untuk tinggal di bekas kampungnya. Kemudian mereka membangun desa dekat Haunatas, yaitu Desa Bonan Dolok. Kemudian Desa Tanjung Rompa dan yang seorang lagi berada agak jauh Desa Haunatas, yaitu Desa Siranap.

Lancarnya pengairan di wilayah ini, membuat sawah-sawah Hatobosi bertambah luas dan subur. Untuk mensyukurinya setiap tahun diadakan makan bersama sebagai bentuk syukur kepada Tuhan yang biasa disebut Pesta Gotilon.

"Ini sejarah dan warisan leluhur yang harus dijaga sampai ke anak cucu nanti. Menjaga hutan dan air. Tidak ada air yang dibuang percuma, semua dipergunakan. Sisa buangan rumah tangga dialirkan kembali ke sawah, makanya setiap rumah tangga memiliki tali air di belakang rumah yang langsung menuju sawah," kata Oppung yang mengaku lupa jumlah cucu tapi ingat memiliki nini (anak dari cucu) sebanyak dua orang ini.

Hendrawan Hasibuan melihat apa yang dilakukan keempat desa dalam menjaga hutan dan sumber airnya sampai saat ini belum diberdayakan secara efektif oleh Pemkap Tapanuli Selatan. Seharusnya dengan upaya swadaya yang dilakukan masyarakat di empat desa tersebut, sudah bisa menjadi tolak ukur pemerintah untuk melakukan dukungan baik secara moril dan materil. Khususnya kepada Mantari Bondar dan Penjago Bondar-nya.

Dukungan moril yang dimaksudkan adalah sebuah penghargaan dari pemkab atas pengabdian yang dilakukan sepanjang waktu hidupnya. Sedangkan dukungan materil, berupa honor untuk Mantari Bondar dan Penjago Bondar sebagai upah dari usaha-usaha yang dilakukan dalam menjaga hutan dan sumber air secara turun-temurun.

Pengelolaan hutan dan sumber air yang dilakukan masyarakat ini bisa menjadi contoh untuk desa-desa lain yang berada di dalam dan luar kawasan hutan di Tapsel, sehingga tidak perlu ada kerusakan hutan dan pencemaran sumber air. Semua pihak, khususnya pemkab melalui dinas kehutanan dapat menyosialisasikannya.

Tidak kalah penting, potensi pengelolaan yang dilakukan bisa juga menjadi salah satu isu perdagangan karbon. Sesuai Protokol Kyoto 2012, sudah selayaknya masyarakat setempat yang menjaga hutannya secara turun-temurun mendapat bagian yang sepadan, seperti pelayanan publik.

"Saya hanya mau mengingatkan kembali, bahwa hutan dan sumber air adalah sumber kehidupan anak-cucu kita, pengelolaan dengan cara memanfaatkan harusnya tanpa tujuan-tujuan komersil. Selamatkan hutan dan sumber air jika tidak ingin menjadi bagian dari orang-orang berdosa dan merugi," tegas Hendrawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com