Dalam kasus PLTS ini, istri Nazaruddin, Neneng, didakwa baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama, Nazaruddin, Marisi Martondang, Mindo Rosalina Manulang, dan Arifin Ahmad, melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp 2,72 miliar.
Adapun Marisi merupakan Direktur Administrasi Grup Permai, sementara Mindo pernah menjadi Direktur Pemasaran Grup Permai dan Arfiin adalah Direktur Utama PT Alfindo Nuratama, perusahaan yang dipinjam benderanya oleh Grup Permai untuk memenangkan tender proyek PLTS.
Menurut dakwaan, Neneng melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengintervensi pejabat pembuat komitmen (PPK) dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang proyek pengadaan dan pemasangan PLTS di Satuan Kerja Direktorat Pengembangan Sarana dan Prasarana Kawasan (Dit PSPK) Kemnakertrans.
Dalam pelaksanaan proyek, Neneng juga mengalihkan pekerjaan utama dari perusahaan pemenang tender, yakni PT Alfindo Nuratama Perkasa kepada PT Sundaya Indonesia. Perbuatan ini bertentangan dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa.
Atas perbuatan Neneng tersebut, PT Anugerah Nusantara (Grup Permai) mendapat keuntungan sekitar Rp 2 miliar, sementara negara mengalami kerugian senilai uang yang diperoleh Grup Permai tersebut.
Sementara itu, menurut Nazaruddin, istrinya itu tidak terlibat mengurus proyek PLTS. Nazaruddin menyebut Neneng sebagai ibu rumah tangga biasa yang tidak ikut campur urusan perusahaan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.