Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Wabah agar Ditetapkan

Kompas.com - 08/01/2013, 02:06 WIB

Jakarta, Kompas - Sejumlah kalangan meminta agar pemerintah segera menetapkan status kejadian luar biasa atau wabah untuk kasus flu burung yang menimpa ratusan ribu itik. Tanpa penetapan status ini, penanganan flu burung akan sulit dilakukan. Di samping itu, ganti rugi bagi peternak juga tidak bisa dilakukan.

Menurut dr drh Mangku Sitepu, anggota panel ahli Komisi Nasional Flu Burung dan Kesiapsiagaan Pandemi Influenza, di Jakarta, Senin (7/1), sudah saatnya pemerintah menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) atau status wabah terkait serangan flu burung kelompok terbaru.

Penetapan status seharusnya segara dilakukan oleh Menteri Pertanian Suswono. Ini mengingat kasus flu burung terbaru masih menyerang unggas dan belum ada kasus penularan ke manusia.

Mangku menyatakan, tanpa ada penetapan status KLB atau wabah dari Menteri Pertanian, peternak itik yang usahanya terkena serangan flu burung akan mengalami kesulitan, seperti terkait ganti rugi atau kompensasi.

Dengan adanya status KLB atau wabah, ada keharusan dari pemerintah untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya darurat dalam rangka penyelamatan industri peternakan itik, khususnya nasib peternak.

”Melihat luasnya serangan penyakit flu burung klad terbaru, sudah saatnya pemerintah menetapkan status KLB atau wabah,” jelasnya.

Penyebaran virus meluas

Di Bandung, Jawa Barat, Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) meminta pemerintah agar menetapkan kondisi KLB flu burung karena tahun ini penyebaran virus ganas itu diperkirakan akan meluas.

”Usulan ini menyusul semakin banyaknya daerah yang terjangkit virus H5N1 varian baru. Permintaan ini juga dimaksudkan untuk menekan kerugian yang lebih besar lagi di peternakan rakyat,” ujar Ketua Umum Himpuli Ade M Zulkarnaen.

Di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Magelang John Ch Manglapyu meminta, untuk sementara waktu peternak unggas diharapkan tidak menggembalakan ternak unggasnya dan cukup menempatkannya di kandang masing-masing.

Menurut dia, hal itu juga harus dibarengi dengan mengatur lalu lintas unggas ataupun orang dari luar agar tidak sembarangan masuk ke dalam kandang.

Sulit mendapat bibit itik

Sementara itu, peternak itik di Pringsewu, Lampung, sulit mendapatkan bibit itik menyusul merebaknya flu burung. Peternak di Lampung masih dilarang membeli bibit itik dari Pulau Jawa.

Suparlan, peternak itik, mengatakan, sebulan terakhir stok bibit itik di daerahnya kosong. Pasokan itik pun menurun drastis menyusul merebaknya fenomena flu burung yang menyerang sekitar 6.700 itik di Lampung.

”Saat ini kami masih dilarang membeli itik dari Jawa karena flu burung. Biasanya, sebulan sekali saya mengambil itik sebanyak 3.000 ekor dari Indramayu,” tutur Suparlan yang juga penyuplai bibit itik di Pringsewu.

Peternak di Lampung, ujarnya, masih mengandalkan pasokan bibit itik dari Pulau Jawa, khususnya Indramayu. Peternak di Lampung belum mampu menghasilkan bibit itik dalam jumlah melimpah dan berkualitas bagus.

Untuk itu, agar kegiatan ternak itiknya kembali berjalan normal, ia berharap pemerintah segera mengeluarkan vaksin flu burung subkelompok 2.3.2.

Arsyad, Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, mengatakan, sepanjang Desember 2012 hingga awal 2013 tercatat 6.627 itik dan 131 ayam mati akibat flu burung.(EGI/WIE/MAS/CHE/JON/DMU)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com