Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memimpikan Birokrasi yang Melayani

Kompas.com - 24/12/2012, 02:17 WIB

Semua pegawai negeri sipil di kelurahan dan kecamatan dimarahi seusai pemungutan suara dalam Pilkada DKI Jakarta putaran pertama. Calon petahana kalah suara dari penantangnya. Tak ayal, instruksi untuk mengamankan suara petahana pun dikeluarkan.

Kisah politisasi birokrasi seperti itu bukan rahasia kendati selalu dibantah. Terjadi hampir di semua daerah ketika petahana atau keluarganya mencalonkan diri kembali dalam pilkada. Padahal, PNS wajib bersikap netral dan melayani masyarakat secara umum. PNS dibayar dari APBN yang bersumber dari pajak rakyat. Namun, jarang yang mengingat itu karena nasib jabatan mereka di tangan kepala daerah atau atasannya. Penilaian obyektif menjadi sulit diterapkan.

Jangankan PNS yang berada di lapisan bawah, pejabat birokrasi pun bermasalah. Sampai pekan kedua Desember 2012, Kementerian Dalam Negeri sudah menginventarisasi 1.194 pejabat PNS yang bermasalah dengan hukum. Mereka berada pada beragam status: 46 saksi, 184 tersangka, 107 terdakwa, dan 857 terpidana. Tak hanya itu, sejak pilkada langsung, setidaknya 280 kepala dan wakil kepala daerah bermasalah dengan hukum.

Jeratan kolusi dan korupsi terus membelit. Secara politis, kepala daerah, terutama petahana, biasanya memerlukan dukungan birokrasi untuk memenangi kembali pilkada. Utang politik dibayar melalui jabatan. Padahal, dukungan bisa saja diberikan melalui cara-cara koruptif. Birokrat korup menjabat, mental bawahannya semakin rusak.

Hal serupa terjadi di tingkat pusat. Ketika menteri dan para atasan menunjukkan akrobat politik dan anggaran, jajaran di bawahnya akan meniru.

Tentu tak semua PNS berkinerja buruk dan gemar dengan cara-cara menyimpang. Di setiap instansi umumnya ada PNS berkinerja dan berwatak baik. Masalahnya, apakah sistem memungkinkan mereka muncul menjadi panutan ketika atasannya pun bagian dari masalah?

Pembenahan birokrasi memang tak sekadar membalikkan telapak tangan. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sebenarnya sudah mengidentifikasi masalah secara umum. Mulai dari organisasi yang gemuk dan kewenangan yang tumpang tindih, pola pikir dan budaya kerja yang masih belum melayani, peraturan yang multitafsir, hingga sumber daya manusia yang sebaran dan kualitasnya tidak merata. Hal itu ditambah kebijakan politik, seperti penerimaan tenaga honorer yang diangkat sampai akhir 2004 tanpa mempertimbangkan kapasitas dan kompetensi.

Dengan berbagai keruwetan itu, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mulai menyusun sistem untuk menutup berbagai celah kenakalan birokrasi. Sistem perekrutan diarahkan agar lebih transparan dan tidak menjadi proyek kepala daerah atau pejabat berwenang. Cara menghitung efektivitas perjalanan dinas juga mulai diformulasikan. Penandatanganan pakta integritas didorong di berbagai kementerian/lembaga dan pemda kendati kerap menjadi acara seremonial belaka.

Setidaknya, beberapa upaya dilakukan. Namun, pekerjaan rumah masih banyak dan berat. Aturan turunan (peraturan pemerintah) dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik saja belum rampung sampai saat ini, jangan lagi mengharapkan implementasinya.

Upaya mendisiplinkan dan menjadikan PNS lebih profesional melalui Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara pun menuai resistensi sangat besar. Padahal, rancangan aturan itu belum menetapkan sanksi pemberhentian kepada PNS yang tidak berkinerja baik. Aturan diharapkan membuka peluang persaingan yang lebih terbuka dan transparan.

Reformasi birokrasi memang canggih kedengarannya. Namun, menghadapi berbagai resistensi dan hambatan, perlu keberanian, konsistensi, serta niat menjaga dan mengelola negara. Niat itu harus dimulai dari Presiden dan menteri-menteri pembantunya.

Dengan kekuatan itu, sistem yang terintegrasi pun dibangun. Terakhir, transparansi penyelenggaraan negara. Tanpa ini, berbagai penyimpangan akan terus berlanjut. Tanpa upaya yang terintegrasi dan konsisten pula, birokrasi yang bersih, kompeten, bertanggung jawab, dan melayani hanya menjadi mimpi di siang bolong.(NINA SUSILO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com