Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perburuan Emas Kini Menyebar

Kompas.com - 18/12/2012, 04:27 WIB

AMBON, KOMPAS - Perburuan emas oleh para petambang emas tradisional yang semula marak di Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, kini menyebar ke Kabupaten Maluku Tengah dan Kota Ambon, Maluku. Untuk mencegah dampak buruk penambangan tersebut, pemerintah setempat turun tangan

langsung menutup dan melarangnya.

Meluasnya perburuan emas tradisional ke sejumlah wilayah di Maluku terungkap dalam pertemuan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah se-Provinsi Maluku, di Ambon, Senin (17/12). Perburuan emas yang marak dilakukan petambang emas, seperti dari Jawa Barat dan Sulawesi Utara, menjadi topik pertemuan.

Menurut Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy, aktivitas penambangan emas sempat terjadi di kawasan Batu Gajah, Air Besar, Hative Kecil, Hative Besar, dan Tawiri di Kota Ambon. Namun, sejak informasi adanya aktivitas penambangan tradisional tersebut muncul, pihaknya langsung menutup dan melarang aktivitas dilakukan.

”Dampak dari penambangan dan pengolahan emas tradisional itu bisa merusak Teluk Ambon. Belum lagi dampak sosial yang mungkin timbul jika penambangan tetap dilanjutkan,” katanya.

Menurut Richard, bebatuan yang digali dan mengilat dikira emas, padahal bukan. ”Kami sudah menelitinya, dan sama sekali tidak ada kandungan emas di wilayah itu,” tambah Richard.

Bupati Maluku Tengah Abua Tuasikal mengatakan, penambangan emas tradisional juga sempat terjadi di Maluku Tengah, seperti di Pulau Haruku. Namun, kini pemerintah segera menutupnya.

”Sudah ada instruksi ke seluruh kepala desa untuk melarang tambang emas. Jika ada yang mencari emas, mereka diminta segera pergi,” pinta Abua.

Gubernur minta diikuti

Terkait dengan keluhan para bupati dan wali kota, Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu mengatakan telah mengirim surat kepada seluruh pemerintah kabupaten dan kota di Maluku. Isinya melarang setiap aktivitas tambang emas yang muncul di Provinsi Maluku.

”Ini kami harapkan diikuti sehingga dampak buruk penambangan emas, seperti di Kabupaten Buru, tak terjadi lagi di daerah lain,” ujar Karel.

Perburuan emas yang kini merambah

sebelumnya dipicu penemuan emas di Kabupaten Buru pada Januari 2012. Temuan tersebut kemudian menggerakkan warga lain, termasuk dari luar Maluku. Mereka berpikir kandungan emas bisa ditemukan lagi di wilayah lainnya.

Sejak Rabu (5/12), areal penambangan emas tradisional di Kecamatan Waeapo ditutup aparat. Selain memicu bentrokan antar-penambang dan masyarakat sekitar, dampaknya dikhawatirkan akan merusak lingkungan akibat penggunaan bahan kimia merkuri dan sianida dalam proses pengolahannya.

Meskipun tambang emas di bukit Wansait, Kecamatan Waeapo, sudah ditutup, hingga kini masih terlihat petambang tradisional menyerbu areal tambang lainnya, yaitu Gogorea di Kabupaten Buru. Hingga kini alat- alat pengolahan emas, seperti tromol dan tong, masih tersebar.

”Sampai akhir bulan ini semua peralatan sudah tidak boleh ada lagi di sana,” kata Bupati Buru Ramli Umasugi.

Sejak munculnya aktivitas tambang, dalam dua bulan terakhir Ramli telah menutup 32 tempat pengolahan emas. Penutupan akan terus dilanjutkan. Dari informasi Pemerintah Kabupaten Buru, dengan adanya 1.322 pembeli emas di Buru, total emas yang sudah ditemukan mencapai 5 ton.

Ia menambahkan, meskipun ada 11 koperasi di wilayahnya yang mengajukan izin tambang rakyat, pihaknya belum bisa memberikan izin karena penetapan wilayah tambang harus dilakukan pemerintah pusat bersama DPR. (APA)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com