Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jalan Konstitusi Melindungi Nelayan

Kompas.com - 06/12/2012, 02:01 WIB

Oleh M Riza Damanik

Sesaat setelah berakhirnya Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Vladivostok, Rusia, organisasi nelayan sekawasan Asia Pasifik bertemu di Iloilo, Filipina, 19-21 September 2012.

Meski tidak dirancang ”berhadap-hadapan”, kedua momentum ini memiliki kedudukan penting dalam menyikapi perkembangan krisis global yang berdampak hingga ke perkampungan nelayan.

Forum APEC menghasilkan optimisme di kalangan para pemimpin negara dalam menghadapi krisis ekonomi global. Caranya, dengan melanjutkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan dalam bingkai investasi hijau.

Namun, forum nelayan bertajuk ”International Fisheries Conference on Globalization” menemukan adanya kesamaan modus pembangunan di kawasan Asia Pasifik, yakni pemerintahan di setiap negara membajak pesan ekonomi hijau dan pembangunan berkelanjutan untuk memarjinalkan kaum nelayan. Tidak terkecuali di Indonesia.

Kejahatan struktural

Dewasa ini, hilangnya akses nelayan terhadap laut marak terjadi di sejumlah negara. Kejahatan struktural terhadap nelayan ini dilakukan oleh penyelenggara negara melalui instrumen negara yang sah, untuk menghasilkan produk kebijakan yang pro-investasi. Praktik investasi atas nama pembangunan ini selanjutnya merampas kekayaan sumber daya pesisir dan laut dari keluarga nelayan (ocean- grabbing).

Satu dekade proyek reklamasi di Teluk Jakarta, misalnya, telah menggusur sekurang-kurangnya 3.500 keluarga nelayan dari ruang hidup dan penghidupannya di laut. Hal serupa terjadi di daerah lain seiring dengan meluasnya bisnis pariwisata bahari berkedok konservasi satwa ataupun habitat di sejumlah wilayah kepulauan Indonesia.

Seperti di Berau, Kalimantan Timur; Komodo, Nusa Tenggara Timur, dan beberapa kawasan wisata bahari lain, pemerintah memberlakukan pembatasan wilayah penangkapan ikan dan sanksi bagi nelayan lokal yang melanggar. Sebaliknya, pemerintah memberikan akses pengelolaan laut yang luas bagi pengusaha wisata dan turis asing.

Modus lainnya, dengan membiarkan kapal-kapal ikan asing, termasuk anak buah kapal asing, mendominasi pemanfaatan sumber daya ikan Indonesia. Pemerintah, misalnya, mengizinkan perubahan peruntukan Teluk Senunu, Nusa Tenggara Barat, dari sebelumnya tempat nelayan menangkap ikan menjadi tempat menampung limbah tambang (tailing) PT Newmont Nusa Tenggara. Upaya perampasan wilayah pesisir ini dimuluskan lewat instrumen hak pengusahaan perairan pesisir (HP3) seperti tertuang dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com