Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tawuran Makin Mencemaskan

Kompas.com - 28/10/2012, 05:29 WIB

Pemerintah Harus Preventif

Saat ini masyarakat Indonesia makin sering disuguhkan berita tentang tawuran pelajar, bahkan tawuran mahasiswa. Memang berita ini belum mengalahkan berita tentang kejahatan korupsi, tetapi tawuran pelajar seharusnya menjadi perhatian sungguh-sungguh dari pemerintah. Dan sifatnya haruslah preventif. Bukan repot setelah peristiwa terjadi.

Apalagi sampai merenggut jiwa. Sungguh tragis jika semua pejabat terkesan tak peduli. Sebagai guru, saya ikut malu dan merasa berdosa atas kejadian ini. Tujuan pendidikan kita sudah jauh menyimpang. Utamanya sejak negara mengelu-elukan nilai tinggi dalam rapor, apalagi dalam Ujian Akhir Nasional (UAN). Jika seorang siswa mendapat nilai rendah dalam rapor atau dalam UAN, dia akan dianggap rendah oleh lingkungan. Siswa itu pun akan susah melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di sini mulai hilang harga diri seorang siswa.

Padahal dalam proses belajar, sang siswa pandai mengarang. Atau ada yang ahli bermain bola dan musik ataupun pelajaran yang lain. Malah di sekolah menengah kejuruan (SMK) ada yang menciptakan mobil. Namun, dalam UAN hal-hal begitu tidak diberikan tempat untuk dihargai. Mereka seperti hidup tak berharga. Kejiwaannya bisa down. Hidup menjadi tak berharga. Mudah tersinggung, gampang terpicu perkelahian.

Sebagai guru yang mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia, saya menyarankan, sebaiknya anak-anak diajarkan menuliskan perasaannya. Lalu diajarkan cara memublikasikan di media massa. Apakah dalam bentuk cerpen, puisi berupa syair, atau pantun, dan lain-lain. Dengan begitu akan tumbuh kebanggaan sebagai remaja. Jadi bukan hanya nilai-nilai bagus di UAN, tetapi tak tahu apa-apa. Apalagi nilai bagus yang didapat adalah hasil contekan. Sungguh berbahaya.

SYAIFUL PANDU Kompleks Cendana Blok A-02, Balai Raja, Pinggir, Riau

 

Bakat Lewat Arena Pertandingan

Maraknya aksi tawuran antarpelajar di Ibu Kota dan sekitarnya akhir-akhir ini sampai menimbulkan 14 orang tewas, telah membuat kita semua, khususnya para orangtua murid, prihatin dan turut berdukacita sedalam-dalamnya. Saya yang memiliki seorang putra pernah pula mengalami bagaimana khawatir dan cemas jika anak terlibat aksi tawuran antarpelajar. Ini saya alami tiga tahun lalu ketika anak saya masih menempuh pendidikan pada salah satu SMA di wilayah Jakarta Pusat.

Untuk mengatasi aksi tawuran antarpelajar yang kian brutal, saya sebagai seorang pembina ekstrakurikuler bela diri taekwondo di sejumlah sekolah SD, SMP, SMA, di wilayah Pamulang, Kota Tangerang Selatan, ingin mengusulkan kepada yang berwenang untuk memprioritaskan ekstrakurikuler bela diri di sekolah mulai tingkat SD, SMP, sampai SMA.

Para kepala sekolah, guru, dan komite sekolah seolah kurang memperhatikan bahkan tidak mendukung kegiatan ekstrakurikuler bela diri, termasuk bela diri taekwondo. Kenapa ekstrakurikuler bela diri seperti taekwondo, silat, karate, aikido, ji jut su, kungfu, gulat, dan judo dapat mengatasi agar para pelajar/siswa tak terlibat aksi tawuran antarpelajar? Hal ini dikarenakan dalam kegiatan ekstrakurikuler bela diri, siswa dan siswi diajarkan menerapkan filosofi bela diri, yaitu berjiwa sportivitas tinggi, sehat jasmani dan rohani, kuat, bermoral atau berbudi pekerti yang baik, disiplin saling menolong dan bersikap jujur.

Terlebih penting lagi bagi pelajar/siswa yang senang tawuran atau berkelahi di jalanan. Melalui ekstrakurikuler bela diri mereka dapat menyalurkan talenta atau bakatnya di arena pertandingan terbuka untuk mengejar prestasi nonakademis. Dengan menjadi seorang atlet bela diri berprestasi, seorang pelajar/siswa dapat meraih medali emas, perak, perunggu, baik pada pertandingan tingkat sekolah, kota, kabupaten, provinsi, nasional, bahkan sampai ke tingkat internasional.

Melalui ekstrakurikuler bela diri, para pelajar dan siswa, termasuk yang senang berkelahi melalui tawuran, silakan salurkan bakatnya bukan di jalanan, melainkan di arena pertandingan.

LASMAN SIMANJUNTAK Pamulang Permai A 42, Pamulang, Tangerang, Banten

 Korban Brutal Sesama Pelajar

 

Masa kaum muda mengangkat senjata sudah lewat lebih dari 67 tahun lamanya. Ironis, tetapi fakta, bahwa pada masa di mana seharusnya kaum muda mengangkat pena, mereka kembali mengangkat senjata. Melawan penjajah? Tentu tidak! Melawan saudara sendiri menjadi kebanggaan tersendiri dewasa ini. Sudah menjadi budaya bahwa kedua sekolah menengah atas di daerah Bulungan, Jakarta Selatan, memiliki rutinitas untuk ”berperang” (tawuran) satu sama lain.

Pada 26 September 2012, tawuran antarsekolah kembali memakan korban. Kali ini pelajar dari SMA Yayasan Karya 66, Deny harus merelakan dirinya menjadi korban kebrutalan sesama pelajar. Berbagai cara telah ditempuh untuk menghentikan budaya ini, tetapi tak satu pun yang berhasil menghentikan ”rutinitas” tersebut. Posko anti-tawuran, razia yang dilakukan pihak sekolah, dan lain-lain seolah tak ada artinya. Jika dikatakan karena kurang pendidikan agama, mungkin ada benarnya pernyataan ini.

Patut diketahui bahwa remaja dalam jenjang SMA pada umumnya sedang memasuki fase early adolescence, yaitu fase di mana terjadi pencarian identitas. Individu cenderung akan kurang stabil, terutama dalam hal emosi. Mereka cenderung akan mengikuti apa saja yang temannya lakukan hanya demi mendapatkan sebuah pengakuan dari teman sepermainannya, atau bahkan senior mereka. Tidak dapat dimungkiri bahwa ada faktor lingkungan yang mendorong individu untuk mengikuti tawuran antarpelajar tersebut.

Seharusnya pihak sekolah mempertimbangkan untuk memberikan kegiatan-kegiatan yang dapat ”mengalihkan” perhatian para siswa sehingga tidak terjerumus lagi dalam ”budaya” yang menyesatkan tersebut. Sungguh ironis, pada masa yang seharusnya generasi muda menunjukkan rasa nasionalisme melalui pena, malah lebih akrab dengan benda tajam ala masa kolonial, ditambah lagi dengan motivasi yang sangat mengecewakan.

MARSELLY KURNIADI Jalan Manyar Permai, Penjaringan, Jakarta Utara

Tawuran dan Kebera daan yang Berwajib

 

Sungguh miris ketika melihat pemberitaan di media massa, tentang tawuran antarpelajar sekolah menengah atas, yang baru-baru ini terjadi, yaitu SMAN 6 dan SMAN 70, yang terjadi di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, pada 24 September 2012 sekitar pukul 12.00 WIB. Menewaskan seorang pelajar SMAN 6 dengan luka bacok di dada yang diduga pembacokan dilakukan oleh seorang pelajar SMAN 70.

Seharusnya pelajar itu bukan menjadi seorang musuh yang membacok, melainkan menjadi teman yang bisa saling mengajarkan ilmu pengetahuan, sebagaimana yang harus dilakukan pelajar di dunia ini. Perirtiwa tawuran di Bulungan dilanjutkan dengan beberapa insiden serupa yang terulang kembali oleh pelajar-pelajar dari SMA lain.

Lalu, di mana petugas yang berwajib berada? Bukankah seharusnya mereka bisa berjaga, bahkan kalau bisa 24 jam, untuk mengawasi area yang telah kita ketahui sering terjadi tawuran antarpelajar dari dua sekolah menengah atas di kalangan elite itu? Sungguh picik kalau kita hanya diam dan berpura-pura tidak melihat. Kenyataan itu ada. Kebiasaan itu telah merajalela. Sebenarnya kuncinya dua, yaitu kepedulian dan kesadaran.

Kepengurusan kota kita yang baru ini seharusnya peduli untuk dapat memikirkan bagaimana caranya menghilangkan, paling tidak mengurangi, pertempuran konyol yang dilakukan para pelajar kita. Sebagai masyarakat yang baik, kita juga harus sadar membantu pemerintah agar tidak terjadi ketimpangan. Dan saling mengingatkan, bahwa tugas seorang pelajar untuk belajar, bukan untuk menjadi mahajago.

Annisa Jalan Bungur, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan

 Didik Biang Kerok Tawuran secara Militer

 

Perkelahian antarpelajar memakan korban jiwa dan semakin meluas di kalangan pelajar, bahkan antarkampung di Jakarta dan di sebagian kota di Tanah Air. Selama ini tidak ada instansi pemerintah pusat atau daerah yang secara serius mengatasi masalah tawuran, biasanya hanya menjadi mediator antarpelajar dan selesai begitu saja.

Pemerintah daerah harus mengambil tindakan serius dan bekerja sama dengan instansi lain yang dapat mengatasi persoalan tersebut secara tuntas. Mohon agar semua pelajar yang terlibat tawuran ditangkap dan dimasukkan ke kamp militer seperti Pusdik Infanteri untuk digembleng fisik dan mental sekaligus diberikan pelajaran tentang kebangsaan, kejuangan, agama, dan budi pekerti supaya mereka paham untuk apa mereka hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kalau perlu satu minggu bahkan satu bulan mereka tinggal di kamp dan datangkan guru-guru untuk memberikan pelajaran sekolah. Mustahil kalau guru dan kepala sekolah tidak tahu siapa kepala geng atau biang kerok di setiap sekolah dan kalau perlu mereka diambil saja dan dimasukkan kamp lebih dahulu sebelum membuat rusuh.

Memang perlu biaya besar untuk proyek ini. Namun, pemerintah harus menyediakan dana yang dibutuhkan agar anak-anak kita dan masyarakat tidak terganggu oleh ulah pelajar nakal yang sangat merugikan secara material bahkan bisa menyebabkan kehilangan nyawa yang sia-sia.

KUNTJORO Jalan Pulo Asem, Pulo Gadung, Jakarta Timur

Peraturan Pemerintah Larangan Tawuran

 

Pemerintah, dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, perlu menerbitkan peraturan tentang larangan melakukan tawuran antarsiswa sekolah dan fakultas. Peraturan Mendikbud memuat ketentuan-ketentuan, yaitu siswa dari tingkat SD sampai dengan fakultas dilarang melakukan tawuran, apa pun alasannya. Bila ada masalah di antara siswa/mahasiswa agar diselesaikan melalui kepala sekolah/pimpinan fakultas masing-masing.

Siswa/mahasiswa yang melakukan tawuran akan diberikan sanksi. Mereka yang terlibat tawuran akan dimasukkan ke dalam daftar hitam dan dikeluarkan dari sekolah/fakultas yang bersangkutan. Mereka yang masuk dalam daftar hitam tidak boleh diterima di sekolah/fakultas di mana mereka melakukan tawuran.

Siswa/mahasiswa yang tidak terlibat tawuran, tetapi kedapatan membawa senjata tajam akan diberikan sanksi administratif dan diteruskan ke aparat kepolisian untuk diproses lebih lanjut. Mewajibkan setiap kepala sekolah/pimpinan fakultas memasang spanduk yang berisi peraturan Mendikbud. Kelapa sekolah/pimpinan fakultas yang tidak memasang spanduk diganti.

Apabila terjadi tawuran setelah dikeluarkan peraturan Mendikbud, setiap kepala sekolah/pimpinan fakultas di mana tawuran terjadi diwajibkan menyampaikan daftar hitam dengan identitas lengkap kepada Mendikbud. Bila tidak mengirimkan, dikenai sanksi administratif. Peraturan Mendikbub wajib disebarkan sampai kepada orangtua/wali siswa/mahasiswa.

Soetomo Jalan Agung Blok K, Bukit Permai Cibubur, Jakarta Timur

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com