Sejarah Indonesia kaya riwayat kepeloporan kaum terdidik dalam memanggul perubahan. Intelektual selalu lekat dengan tugas sejarah. Mereka terpanggil bila mendapati situasi membahayakan kelangsungan regenerasi dan kemanusiaan. Kaum ini umumnya berbuat cerdas pada tiga sendi peradaban: pendidikan, kebudayaan, kedaulatan politik-ekonomi. Semua bangsa maju memfokuskan energinya untuk ini.
Mazhab ketergantungan Timur-Barat rontok berkat fenomena kemajuan sejumlah negara bekas jajahan: Korsel, Hongkong, Taiwan, Malaysia, Singapura, China, yang berbalik ikut menentukan dunia. Sementara Indonesia rentan pengaruh global (ideologi radikal, investasi, utang). Artinya, sejak dulu kebutuhan mendasar bangsa ini tetap sama, yaitu mandiri, tahan banting gejolak internal-eksternal.
Mandiri adalah kemampuan memproduksi barang, jasa, dan industri kreatif unggul, sekaligus menegaskan identitas. Cadangan nasional berupa daya cipta dan modal terus bertumbuh. Rakyat dan negara bukan sekadar pasar produk asing. Harga diri bangsa terangkat lewat visi melenting jauh ke depan yang menjadi panduan bersama.
Pohon kebangsaan perlu diruwat dan dirawat agar mengayomi semua warga bangsa. Setiap merenungkan Sumpah Pemuda, kita seperti diingatkan lagi bahwa generasi pendahulu telah mewariskan legacy, pusaka yang kokoh: prinsip-prinsip dasar dan tujuan asasi bernegara. Tugas nasional kita memelihara dan menguatkan fondasi sangat berharga ini.