Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyu Sisik Kepulauan Seribu Terancam

Kompas.com - 09/10/2012, 13:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com Keberadaan lokasi bertelur penyu sisik di Kepulauan Seribu terancam pembangunan dam dan jalan lingkar di seputar pulau permukiman. Bangunan fisik itu menghambat akses penyu menuju pantai berpasir sehingga pemerintah daerah diminta mengkaji ulang proyek itu.

Jalan lingkar akan dibangun di 10 pulau permukiman. Tujuannya adalah memberi akses bagi warga setempat.

”Ini bentuk konflik manusia dengan fauna,” kata Kepala Pusat Humas Kementerian Kehutanan Sumarto, Senin (8/10), di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Karakter pulau adalah memiliki daratan yang ”berpindah-pindah” karena pergerakan pasir atau mengakibatkan kemunculan gosong pasir. Pembangunan talud atau dam untuk mengerem pergerakan pasir itu.

Menurut Deden dari Taman Nasional Kepulauan Seribu, pembangunan dam dan jalan lingkar itu baru dalam perencanaan. ”Meski pulau permukiman dan sudah ramai, seperti Pulau Pramuka ini, penyu masih bertelur di sini,” ungkapnya.

Mengantisipasi pembangunan jalan dan talud keliling itu, Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu akan menyosialisasikannya kepada masyarakat. ”Penanaman mangrove sejak 2003 di sekitar Pramuka menjadi bukti pulihnya ekosistem mangrove yang membawa manfaat bagi masyarakat. Mereka bisa menangkap ikan dengan mudah untuk keperluan sehari-hari,” ujarnya.

Penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang mendominasi Kepulauan Seribu hampir setiap bulan bertelur. Puncaknya saat angin barat bertiup atau bulan Januari-Maret.

Sekali bertelur, satu induk mengeluarkan 150-200 telur pada lubang yang dibuat di pasir. Penyu sisik pintar mengelabui pemangsa telurnya dengan membersihkan/menutup/menyamarkan galian itu.

Telur-telur itu jika akan ditetaskan secara eksitu atau di tempat pelestarian penyu di Pulau Pramuka harus sudah ditemukan saat usianya kurang dari satu jam. Masa sebelum terbentuk embrio ini memperbesar kemungkinan menetas saat dibawa dalam guncangan.

Pada usia sedini mungkin, tukik harus segera dilepas agar tidak kehilangan insting berburu.(ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com