Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bencana di 5 Provinsi

Kompas.com - 08/10/2012, 03:02 WIB

PALEMBANG, KOMPAS - Kabut asap ditetapkan sebagai bencana di Provinsi Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Untuk mengatasi bencana itu, perlu tindakan tanggap darurat.

Meskipun sebagian daerah telah memasuki musim hujan, hujan buatan akan tetap dilakukan di lima provinsi itu guna meredakan gangguan asap. Bencana ini dinyatakan, karena kabut asap telah mengganggu masyarakat.

Demikian dinyatakan Direktur Tanggap Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Tri Budiarto seusai peluncuran program hujan buatan selama 15 hari di Palembang, Sumsel, Minggu (7/10). ”Pernyataan bencana dikeluarkan oleh gubernur setempat, diajukan ke BNPB untuk memperoleh hujan buatan,” katanya.

Tri mengatakan, kabut asap ditetapkan sebagai bencana karena di lima provinsi itu telah mengganggu kehidupan masyarakat, terutama pada penerbangan, pelayaran, jam belajar, dan menimbulkan gangguan kesehatan warga. Hal ini terlihat dari peningkatan jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut. Data ini dikorelasikan dengan jumlah titik panas (hotspot), indeks standar pencemaran udara, dan korelasi kabut asap terhadap gangguan itu.

Menurut Tri, seluruh program hujan buatan dibiayai dari APBN. Untuk Sumsel, program hujan buatan yang berlangsung selama 15 hari membutuhkan biaya Rp 1,3 miliar. Di Palembang, gangguan kabut asap mulai mereda, namun masih terjadi. Hal ini seiring turunnya hujan di beberapa daerah.

Di Palangkaraya, Kalteng, Sabtu, kabut asap masih mengganggu penerbangan dan aktivitas warga karena pekat. Sabtu sore sempat turun hujan, namun tidak terlalu banyak mengurangi kabut asap. Bahkan, kata Wawan, warga Palangkaraya, kalau hujan turun sebentar, justru akan memekatkan kabut asap.

Menurut Gubernur Kalteng A Teras Narang, hujan buatan sudah dilakukan di wilayah itu untuk mengurangi kabut asap. Hujan buatan sudah beberapa kali turun sehingga diharapkan kabut asap segera bisa berkurang.

Di Banjarmasin, Sabtu, Gubernur Kalsel Rudy Ariffin berharap pekan ini hujan buatan bisa dilaksanakan di wilayahnya. Hujan buatan mendesak dilakukan karena kabut asap di Kalsel masih pekat dan sempat mengganggu penerbangan.

Rudy bersama warga, Sabtu, menggelar shalat meminta hujan (shalat Istisqa) di Masjid Sabilal Muhtadin, Banjarmasin. ”Setelah rapat di Jakarta, saya berharap hujan buatan bisa dilakukan di Kalsel. BNPB yang membuat hujan buatan. BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) yang melaksanakan,” ujarnya.

Kemarau berkepanjangan

Selain bencana asap, kemarau berkepanjangan tahun ini juga menyebabkan bencana kekeringan di setidaknya enam provinsi lain, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan beberapa kabupaten di Papua dan Lampung. Untuk daerah kekeringan, hujan buatan dilakukan untuk mengisi waduk dan membasahi lahan.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan BPPT F Heru Widodo mengatakan, sebelum Sumsel, hujan buatan dilaksanakan di Riau selama 40 hari, Jambi (30 hari), dan Kalteng selama 50 hari. Program hujan buatan ini dilaksanakan sejak awal Agustus dan akan diteruskan hingga mencakup lima provinsi yang menyatakan bencana kabut asap.

Untuk Sumsel, hujan buatan akan difokuskan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Muara Enim, dan Ogan Komering Ulu Selatan. Di lokasi ini, yang terbakar, adalah lahan gambut. Kebakaran di lahan gambut baru reda jika air menggenang.

Dari Jawa Timur dilaporkan, hujan deras mengguyur wilayah Malang sepanjang pekan lalu. Ini menandai datangnya musim hujan. (IRE/WER/ODY/tra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com