JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin menyebutkan, politisi Demokrat Saan Mustopa menyerahkan uang sejumlah 50.000 dollar AS kepada mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Erman Suparno. Pemberian uang tersebut, menurut Nazaruddin, terkait dengan proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2008. Saat itu, Erman menjabat Menakertrans.
Hal itu disampaikan Nazaruddin, saat akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi PLTS yang menjerat istrinya, Neneng Sri Wahyuni, Rabu (3/10/2012), di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
"Ada kuitansi yang diambil Saan di perusahaan. Langsung duitnya diserahkan ke Erman Suparno. Ada kuitansinya," katanya.
Nazaruddin juga kembali mengungkapkan, ada pertemuan yang diikuti Nazaruddin, Erman, Saan, dan Anas Urbaningrum. Pertemuan tersebut berlangsung malam hari di kediaman Erman.
"Pertemuan itu yang ngatur semua Mas Anas. Waktu itu ketemu saya, Erman, terus Saan. Tapi yang ngatur proyek PLTS itu Mas Saan," ujar Nazaruddin.
Pertemuan ini juga diungkapkan Nazaruddin seusai diperiksa pada 13 September lalu. Informasi ini kemudian dibantah Erman dan Saan. Keduanya mengaku tidak saling kenal dan mengatakan kalau pertemuan itu tidak pernah ada.
Terkait penyidikan kasus PLTS ini, KPK juga sudah memeriksa Saan. Seusai diperiksa, Saan menegaskan bahwa ia tidak terlibat kasus ini. Sementara, menurut Nazaruddin, Anaslah yang mengendalikan proyek PLTS 2008 tersebut. Saat itu, katanya, Anas menjadi bos PT Anugerah Nusantara. Sebagian keuntungan proyek tersebut, menurut Nazaruddin, dibelikan Toyota Alphard untuk Anas. Keterangan Nazaruddin soal proyek PLTS ini pun dibantah Anas beberapa waktu lalu.
Kasus PLTS
Dalam kasus dugaan korupsi PLTS, KPK menetapkan istri Nazaruddin, Neneng Sri Wahyuni sebagai tersangka pada Agustus 2011. Neneng selaku Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara diduga melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Neneng dianggap melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara. Hukuman maksimalnya, 20 tahun penjara.
Adapun kerugian negara yang diduga timbul dalam proyek Rp 8,9 miliar ini mencapai Rp 3,8 miliar.
Baca juga:
Pernyataan Nazaruddin (Nazaruddin: Mantan Menakertrans Terima Uang Proyek PLTS)
Bantahan Erman Suparno (Erman: Tidak Benar Saya Terima Uang PLTS)
Bantahan Saan Mustopa (Saan Mustopa: Saya Tak Tahu Proyek PLTS)
Ikuti berita terkait kasus ini dalam topik "Neneng dan Dugaan Korupsi PLTS"