Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gairah dalam Kemiskinan NTT

Kompas.com - 03/10/2012, 03:15 WIB

Selama 10 tahun terakhir, sejak tahun 2002, telah ditemukan 151 kasus korupsi di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sekitar 545 pelaku terlibat, tapi hanya sebagian kecil dihukum. Terkesan ada upaya saling melindungi antara pelaku koruptor dan aparat penegak hukum sehingga kasus korupsi pun menghilang.

Sebanyak 151 kasus korupsi itu sempat dipublikasi media massa. Namun, sebagian besar kemudian hilang tanpa bekas. Alasan yang dikemukakan kejaksaan atau kepolisian adalah tidak ada bukti kuat tindak pidana korupsi. Itu belum termasuk kasus korupsi yang tertutup rapi.

Pelaksana Harian Direktur Perkumpulan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR) Nusa Tenggara Timur (NTT) Paul Sinlaeloe di Kupang, akhir Agustus lalu, mengatakan, dari 545 pelaku tadi, sebanyak 76 pelaku dua kali melakukan tindak pidana korupsi. Total nilai kerugian negara akibat 151 kasus korupsi itu mencapai lebih dari Rp 200 miliar.

”NTT masuk lima besar nasional korupsi. Daerah lain juga tinggi, tetapi dibanding kesejahteraan masyarakat, NTT paling buruk, yakni urutan ke-33 dari 33 provinsi. Pejabat di sini tidak punya perasaan dan hati nurani melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme di tengah kemiskinan yang terus mendera rakyat,” kata Sinlaeloe.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana Kupang, John Tuba Helan, menjelaskan, kasus-kasus korupsi, antara lain, dana sarana kesehatan (sarkes) RSUD Johannes Kupang (2002) senilai Rp 15 miliar, penggelembungan harga pengadaan 60 tempat tidur di RSUD Johannes Kupang (2012) senilai Rp 85 juta per unit, perjalanan dinas di Flores Timur sekitar Rp 10 miliar (2012), pungutan Rp 1 juta per desa bagi 185 desa di Flores Timur untuk proposal peningkatan dana desa senilai Rp 1 miliar ke Mendagri (2012).

Dana pendidikan luar sekolah senilai Rp 77 miliar (2007) dan pembelian traktor tangan bagi petani senilai Rp 8 miliar (2011), serta dana bantuan operasional DPRD provinsi dan kabupaten/ kota (periode 1999-2004) senilai Rp 16,5 miliar, korupsi dana pendidikan di Timor Tengah Utara (TTU) Rp 13 miliar (2012), dan pungutan dana perbaikan ruang kelas Rp 50 juta oleh anggota DPRD TTU.

Dana batuan sosial (bansos) provinsi ataupun kabupaten/kota (2010-2011), terindikasi KKN dengan total nilai mendekati Rp 100 miliar. Di Kabupaten Sikka, kasus bansos yang merugikan negara sekitar Rp 19,7 miliar itu diduga melibatkan bupati setempat Sosimus Mitang. Namun, yang diproses hukum hanya sejumlah pejabat kecil.

Awal tahun 2011, BPK NTT menyebutkan terjadi kesalahan administrasi dalam pengelolaan dana bansos dan meminta instansi bersangkutan memperbaiki. Namun, hingga kini, perbaikan tidak pernah tuntas dan tidak pernah ada tindak lanjut.

”Dana itu untuk pasang iklan dukacita, beli peti jenazah, dan karangan bunga bagi orang mati, perjalanan dinas, carter pesawat, pembangunan lift dan plafon rumah sakit, serta kunjungan kerja DPRD ke konstituen. Semua dilakukan tanpa kuitansi atau proposal. Siapa yang bertanggung jawab,” kata Helan.

PIAR NTT mencatat 151 kasus korupsi di NTT, tetapi pelaku tidak dibawa ke penjara, kecuali mantan Bupati Ende Paulus Domi, Sekda Ende Iskandar Mberu, dan Sekda Kota Kupang Abde Habel. Lalu korupsi pejabat pemprov tak diproses, kecuali bawahan seperti korupsi dana sarkes (2002), dua anggota staf di dinas kesehatan provinsi masuk penjara. Penggagas dan otak di balik itu tidak tersentuh hukum.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com