Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bambang: Pengusul Revisi UU KPK Tak Paham Reformasi

Kompas.com - 26/09/2012, 09:26 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto menilai, revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi hanya keinginan segelintir oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tidak paham akan prinsip reformasi. Hal itu dikatakan Bambang, Selasa (25/9/2012), di Jakarta.

"Yang mengajukan revisi UU tidak punya pemahaman yang benar mengenai reformasi. Salah satunya adalah pemberantasan korupsi harus tuntas," kata Bambang.

Ia mengatakan, pemberantasan korupsi secara tuntas merupakan salah satu pilar reformasi. TAP MPR mengatur perlunya dibentuk lembaga pemberantasan korupsi seperti KPK di era reformasi ini.

"Dan kalau enggak optimal, akan jadi masalah," tambahnya.

Selain itu, menurutnya, optimalisasi lembaga pemberantasan korupsi juga diatur dalam konvensi internasional. Dengan demikian, menurut Bambang, pemangkasan kewenangan KPK melalui revisi UU KPK dapat dikatakan melanggar hukum internasional.

"Pasal UN convention, perlu ada badan antikorupsi yang tidak diintervensi. Review-nya adalah KPK. Perlu dijadikan rujukan dan tidak boleh ada ketentuan yang mendeligitimasi ketentuan dari KPK, jadi kalau dilakukan akan melawan hukum internasional," ujar Bambang.

Bambang mengungkapkan, argumentasi sejumlah anggota Dewan yang getol mendorong revisi UU KPK sebenarnya bisa diperdebatkan. Misalnya, terkait penyadapan. Menurutnya, boleh saja dilakukan untuk tindak pidana kejahatan luar biasa seperti korupsi. Dalam undang-undang terorisme pun, lanjutnya, penyadapan diperbolehkan.

Selain itu, kata Bambang, KPK diakui sebagai satu-satunya lembaga hukum di Indonesia yang memenuhi standar internasional dalam melakukan penyadapan. Bambang juga mencontohkan poin revisi UU KPK yang mengusulkan dibentuknya lembaga pengawasan KPK.

"Argumen yang dibangun mungkin argumen common sense (biasa), cuma dasar argumentasinya lemah. Mereka mengatakan kalau Kepolisian saja punya Kompolnas (lembaga pengawas), Kejaksaan punya Komisi Kejaksaan, kenapa KPK enggak punya?" katanya.

Dia mengatakan bahwa lembaga pengawasan KPK tidak perlu dibentuk mengingat jumlah personel KPK yang jauh lebih sedikit dibanding Kepolisian dan Kejaksaan. Lembaga pengawasan, menurut Bambang, baru layak dibentuk jika KPK sudah memiliki cabang-cabang di seluruh provinsi.

"Tolonglah yang dilihat itu jangan yang bermasalahnya tapi yang dioptimalkan belum diutak-atik. Tolonglah KPK diberi anggaran untuk bangun badan perwakilan, baru nanti ada pengawasan," kata Bambang.

Seperti diberitakan sebelumnya, rencana revisi UU KPK masih menjadi pertentangan di internal Komisi III DPR. Sejumlah anggota Komisi III DPR menginginkan undang-undang tersebut direvisi sementara lainnya tidak setuju. Melalui revisi UU tersebut, DPR berencana menghapus kewenangan penuntutan KPK dan memperketat mekanisme penyadapan. Selain itu, diusulkan agar KPK tidak boleh merekrut penyidiknya sendiri.

Berita terkait wacana revisi UU KPK dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celcius pada Puncak Haji

    Menag Minta Jemaah Jaga Kesehatan, Suhu Bisa Capai 50 Derajat Celcius pada Puncak Haji

    Nasional
    Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

    Tinjau Pasar Baru di Karawang, Jokowi: Harga Cabai, Bawang, Beras Sudah Turun

    Nasional
    KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

    KPK Sebut Eks Dirut Taspen Kosasih Rekomendasikan Investasi Rp 1 T

    Nasional
    Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

    Hakim MK Tegur Kuasa Hukum KPU karena Tidak Rapi Menulis Dokumen

    Nasional
    Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

    Jokowi Tanggapi Santai soal Fotonya yang Tak Terpasang di Kantor PDI-P Sumut

    Nasional
    Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

    Cuaca di Arab Saudi 40 Derajat, Jemaah Haji Diminta Jaga Kesehatan

    Nasional
     Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

    Saksi Ungkap Direktorat di Kementan Wajib Patungan untuk Kebutuhan SYL

    Nasional
    Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

    Pertamina Patra Niaga Akan Tetap Salurkan Pertalite sesuai Penugasan Pemerintah

    Nasional
    Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

    Menteri KKP Targetkan Tambak di Karawang Hasilkan 10.000 Ikan Nila Salin Per Tahun

    Nasional
    KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

    KPK Percaya Diri Gugatan Praperadilan Karutan Sendiri Ditolak Hakim

    Nasional
    Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

    Soal Kasus Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, KPK Diminta Evaluasi Teknis OTT

    Nasional
    Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

    Kaesang Didorong Maju Pilkada Bekasi, Jokowi: Tanyakan PSI, itu Urusan Partai

    Nasional
    Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

    Mahfud Khawatir Korupsi Makin Banyak jika Kementerian Bertambah

    Nasional
    Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

    Persiapan Operasional Haji 2024, 437 Petugas Diterbangkan ke Arab Saudi

    Nasional
    Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

    Jokowi Tegaskan Jadwal Pilkada Tak Dimajukan, Tetap November 2024

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com