Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sapi Impor Ditahan

Kompas.com - 11/09/2012, 02:58 WIB

Gunung Sugih, Kompas - Sebanyak 10.005 sapi bakalan asal Australia yang diimpor empat perusahaan penggemukan sapi di Lampung dan Banten ditahan Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian. Sapi-sapi itu disinyalir masuk ke Indonesia tanpa dilengkapi dokumen.

Hal itu dikatakan Kepala Badan Karantina Pertanian, Kementerian Pertanian, Banun Harpini di Lampung, Senin (10/9). Dia mengikuti kunjungan kerja rombongan Komisi IV DPR untuk menelusuri kasus sapi impor yang masuk ke Lampung. Menurut dia, 10.005 sapi betina itu masuk ke Indonesia melalui izin dokumen impor sapi bibit.

”Namun, fisik sapi tidak sesuai dengan izin. Itu ternyata adalah sapi produktif (bakalan), bukan bibit. Sementara saat ini pemerintah membatasi impor sapi bakalan. Aturan impor sapi betina produktif saat ini belum ada,” ujar Banun.

Empat importir

Sapi-sapi ini diimpor oleh empat importir atau feedlot, yaitu PT Tanjung Unggul Mandiri di Tangerang, PT Great Giant Livestock (GGLC), PT Austasia Stockfeed, dan PT Agro Giri Perkasa di Lampung. Sebanyak 2.377 sapi impor itu kini diamankan di Balai Karantina Kelas I Tangerang, sementara 7.628 sapi lainnya berada di Balai Karantina Kelas I Bandar Lampung.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Ibnu Multazam yang memimpin kunjungan kerja Panitia Kerja Swasembada Pangan Komisi IV ke Lampung mengatakan, sapi- sapi impor yang masuk ke Indonesia tidak sesuai dengan ketentuan itu harus diekspor kembali ke negara asal.

Dokumen impor sapi-sapi asal Australia itu tidak memenuhi persyaratan yang diatur Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 Tahun 2012 tentang Persyaratan Mutu Benih, Bibit Ternak, dan Sumber Daya Genetik Hewan. Dokumen impor sapi ini tidak dilengkapi keterangan sertifikat klasifikasi bibit dan pedigree (silsilah keturunan) secara individual.

”Kasus (impor sapi) ini menjadi keprihatinan kami terkait upaya swasembada daging. Saat ini peternak tengah bersemangat memelihara sapi-sapi mereka, saat harga di tingkat petani Rp 27.000-Rp 28.000 per kilogram. Impor (sapi ini) dapat mengganggu itu,” tuturnya.

Seperti diketahui, pemerintah saat ini membatasi impor sapi bakalan, yaitu hanya 283.000 sapi pada 2012. Kebijakan itu untuk mendukung program swasembada daging pada 2014.

”Repotnya, para pengusaha ini kan umumnya senang coba-coba mencari celah dari aturan. Tidak mungkin mereka tidak paham aturan,” ujar Sudin, anggota Komisi IV DPR asal Lampung.

Dikembalikan

Sudin menambahkan, pihaknya akan membawa persoalan sapi impor ini dalam rapat kerja dengan Kementerian Pertanian, Selasa (11/9). Ia pun meminta pemerintah bertindak tegas dengan mengembalikan sapi-sapi impor itu ke negara asalnya, termasuk temuan 118 kontainer daging sapi beku di Tanjung Priok baru-baru ini.

Terkait persoalan itu, Direktur Operasional PT GGLC Didiek Purwanto mengatakan, pihaknya berpegang pada aturan yang lama, yaitu Permentan Nomor 36 Tahun 2006. ”Dalam aturan ini dimungkinkan kami lakukan impor bibit sebar untuk keperluan komersial. Jadi, bukan bibit murni. Sebetulnya masalahnya itu adalah perbedaan definisi bibit saja,” ujar William Bulo, Wakil Direktur Umum PT Agro Giri Perkasa.

Ia membantah keras pihaknya mengimpor sapi-sapi betina produktif tersebut untuk digemukkan atau dijadikan sapi bakalan. ”Kami memilih bibit sebar karena lebih murah, harganya Rp 8 juta-Rp 12 juta. Sementara kalau bibit murni yang dipersyaratkan (Permentan No 19/2012 harganya Rp 50 juta lebih per ekor,” ujar William.

Menyusul ketatnya pembatasan impor sapi bakalan oleh pemerintah, mayoritas perusahaan penggemukan sapi di Lampung kini kekurangan pasokan sapi bakalan. Untuk itu mereka kini ikut fokus mengembangkan pembibitan sapi. Sebagian kecil mulai menggunakan bibit lokal, tetapi mayoritas impor.

(jon)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com