Solo, Kompas -
Demikian diakui Kepala Polresta Solo Komisaris Besar Asdjimain di Solo, Selasa. ”Anggota yang membawa senjata, apabila mengetahui hal yang membahayakan jiwa atau harta benda diperintahkan untuk menembak. Itu adalah standar operasional prosedur,” ujarnya.
Selasa siang, Asdjimain mendampingi rombongan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Solo mengunjungi Brigadir Kepala Endro Margiyanto. Anggota Polresta Solo itu ditembak orang tak dikenal di Pos Pengamanan Lebaran di Gemblegan, Kecamatan Serengan, Solo, Jumat lalu.
Setelah operasi pengangkatan proyektil yang bersarang di pinggang kirinya, kondisi Endro membaik. Selasa siang, ia masih dirawat di ICU.
Mengenai pelaku penembakan anggota kepolisian di Gemblegan dan pelemparan granat di Pos Pengamanan Lebaran di Gladak, Sabtu lalu, Polri masih terus menyelidikinya. ”Pelaku tetap kami cari. Namun, yang lebih penting ke depan adalah mencegah jangan sampai terjadi lagi seperti itu,” kata Asdjimain.
Ia menyatakan, seluruh barang bukti, seperti peluru dan proyektil, diserahkan ke tim Laboratorium Forensik untuk diselidiki asalnya. Meski sudah diketahui jenis pelurunya Luger dan WCC, namun asal peluru itu masih diselidiki. Demikian juga dengan granat yang diledakkan di Gladak.
Ketua Komisi Ukhuwah MUI Kota Solo A Dahlan mengungkapkan keprihatinannya atas teror beruntun yang terjadi di Solo. ”Kami juga berkepentingan dengan kasus ini. Kami menganggap dari peristiwa ini ada pihak ketiga yang akan mengambil keuntungan,” ungkapnya.
Oleh karena itu, Dahlan menjelaskan MUI Kota Solo meminta masyarakat agar tidak terpengaruh apalagi takut dengan teror itu. Masyarakat juga jangan terpancing emosinya.