Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Nyama" Kampung "Menyama" di Loloan

Kompas.com - 10/08/2012, 16:31 WIB

Oleh Ayu Sulistyowati

KOMPAS.com - Jika di Kampung Kepaon dan Serangan, Kota Denpasar, ada warga Muslim yang biasa disebut ”nyama slam” oleh warga Hindu Bali setempat, di Kelurahan Loloan Barat dan Loloan Timur, Kabupaten Jembrana, sekitar 95 kilometer dari Kota Denpasar pun tinggal warga Muslim. Warga Hindu Bali menyebutnya ”nyama” kampung.

Baik nyama slam maupun nyama kampung, mereka berasal dari keturunan Bugis, Sulawesi Selatan, dan sebagian Loloan juga campuran dari Malaysia. ”Kami masih terbiasa memanggil saudara Muslim di Loloan dengan nyama kampung. Bahasa yang kami pergunakan pun membaur dan justru nyama Bali mengikuti bahasa Melayu mereka,” kata I Ketut Nirartha (62), tokoh di Loloan, ketika ditemui di rumahnya, awal Agustus lalu.

Ndak ke mana kau (mau ke mana kamu) dah nanak nasi kau (kamu sudah menanak nasi), itu menjadi contoh percakapan sehari-hari warga sekitar Loloan, baik Muslim maupun Hindu Bali. Hanya saja, generasi muda belakangan, menurut Nirartha, mulai memudar menggunakan bahasa Melayu tersebut.

Nyama sendiri artinya saudara dan menyama artinya bersaudara. Maka, nyama kampung itu maksudnya saudara dari kampung Muslim, dan nyama Bali artinya saudara dari Bali.

Muslim Loloan, baik barat maupun timur, ini hanya dipisahkan oleh tukad (sungai). Jembatan yang menghubungkan mereka. Berkeliling dua kelurahan itu terasa memang suasana Muslim. Beberapa perempuan yang lalu lalang mengenakan baju muslim dengan berkerudung. Kaum lelaki mengenakan peci dan bersarung. Apalagi, saat itu umat Islam masih menjalani puasa Ramadhan.

Rumah-rumah di sekitar Loloan barat ataupun timur beberapa di antaranya memiliki khas rumah Bugis. Sebagian berdinding kayu dan berbentuk rumah panggung. Para lelaki, terutama yang sudah berumur, rajin melaksanakan shalat di masjid sekitar rumah mereka setiap datang waktu shalat.

Haji Achmad Damanhuri (77), tokoh agama Islam di Loloan Timur, mengaku nyaman tinggal di Jembrana. Selama dirinya lahir hingga berkeluarga dan tetap tinggal di Loloan, ia belum pernah menemui kendala, baik dalam administrasi maupun adat.

”Kami di sini bergotong royong. Bahkan, jika Nyepi tiba, kami tetap bersahabat, beberapa nyama kampung biasa bermalam di rumah nyama Bali, begitu sebaliknya,” ujar Damanhuri.

Hanya saja, ia masih memiliki keganjalan untuk sejarah masuknya Islam di Jembrana. Menurut dia, masjid tertua itu berada di daerah Air Kuning (Jembrana). Namun, masjid itu sudah tidak ada lagi bekasnya dan dipindahkan bernama Masjid Pahlawan.

Benda bersejarah

Sementara masjid di Loloan Timur masih dianggap tertua setelah masjid Pahlawan. Alasannya, masjid ini masih meninggalkan dua benda yang bagi mereka bersejarah, yakni Al Quran yang ditulis dengan tangan dan prasasti bertuliskan bahasa Arab. ”Tentu saja, semua harus ada penelitiannya,” katanya.

Muslim Loloan ini begitu dekat dengan nyama Bali sehingga pembauran pun terjadi, seperti perkawinan dan pengobatan. Banyak perempuan nyama Bali menikah dengan lelaki dari nyama kampung.

Selain itu, simpati pun berdatangan dari nyama Bali kepada nyama kampung sehingga tak sedikit mereka pun mengikuti ajaran Islam. ”Kami di sini biasa menyebutnya kalau nyama Bali sakit, ya, berobat ke nyama kampung. Karena dulu tabib-tabib terkenal sukses menyembuhkan berbagai penyakit sehingga banyak nyama Bali berterima kasih dengan menjadi mualaf.

Dalam buku Sejarah Perkembangan Islam di Bali, Khususnya di Kabupaten Jembrana oleh I Wayan Reken, tahun 1979, dituliskan dari beberapa sumber kedatangan orang Islam di Jembrana adalah suku Bugis sekitar 1653-1655. Selanjutnya, berdatangan orang- orang Melayu (Malaysia).

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com