Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Mudik, Tak Kapok meski Sulit

Kompas.com - 10/08/2012, 08:17 WIB

KOMPAS.com — Berlebaran tanpa mudik ke kampung halaman pasti dirasakan hampa oleh sebagian besar masyarakat kita. Salah satunya adalah Durmin Aryanto (54), ayah lima anak asal Cirebon, Jawa Barat, yang berprofesi sebagai sopir bus lintas trans-Sumatera.

Meski penghasilan sebagai sopir bus sungguh pas-pasan, mudik ke kampung halaman saat Lebaran bukan lagi sekadar ritual tahunan, melainkan juga kewajiban. ”Rasanya tidak seperti Lebaran kalau saya dan keluarga tidak kumpul bersama orangtua di kampung,” ujar Durmin, Selasa (7/8/2012).

Meskipun pernah menempuh perjalanan seharian penuh dengan angkutan umum bersama keluarganya dari Jakarta menuju Cirebon beberapa tahun lalu, Durmin tidak pernah kapok. Ia tetap merasa bahagia bisa merayakan hari kemenangan bersama sanak keluarganya di kampung. Tahun ini, Durmin berencana ingin pulang kembali.

”Coba saja bayangin kalau di bus 24 jam. Bukan cuma macet, melainkan benar-benar stop. Dari Cikampek, busnya disuruh keluar Karawang, tetapi macet. Disuruh balik lagi ke Kopo, lebih macet lagi. Ya, sudah pasrah saja,” kisah Durmin.

Dengan lima anak dan istri, ongkos yang dikeluarkan Durmin juga tak kecil. Untuk membeli tujuh tiket bagi ”pasukannya” yang masing-masing seharga Rp 200.000 per orang, Durmin harus merogoh kocek Rp 1,4 juta. ”Belum pengeluaran untuk tiket pulang, untuk oleh-oleh, dan jalan-jalan di kampung. Akan tetapi, tidak soal. Yang penting senang bertemu dan kumpul,” tutur Durmin.

Jika ada keluarganya yang menawarkan tumpangan mobil, Durmin tak menyia-nyiakan kesempatan itu meskipun ia harus berpisah dengan keluarganya dan tiba di kampung tidak bersamaan. Ia dan istrinya pilih naik bus. Sebagian anak diikutkan keluarga.

”Sebagai penumpang, kita pasrah saja jalan mana yang diambil sopir. Mau jalur pantura (pantai utara) atau alternatif, hampir sama saja. Macet di mana-mana,” ujarnya.

Berbeda dengan Heri (50), pedagang asal Pariaman, Sumatera Barat, yang mangkal di Terminal Bus Blok M, Jakarta. Ayah dua anak ini menunda mudik pada Lebaran kali ini karena alasan dana. Namun, ia tetap akan mudik pada Idul Kurban, Oktober mendatang.

”Karena, kalau tidak memaksakan pulang kampung, saya tidak enak sama mertua saya,” ujarnya saat ditemui di Blok M, Selasa (31/7/2012).

Demi mertua itulah Heri bersedia menabung untuk biaya mudik yang diperhitungkan mencapai Rp 2 juta sekali jalan. Itu sudah termasuk ongkos bus untuk empat orang sebesar Rp 1,4 juta dan biaya makan serta jajan di sepanjang perjalanan senilai Rp 600.000. Dengan demikian, untuk perjalanan kali ini, Heri harus menyediakan dana Rp 4 juta untuk ongkos pergi pulang mudik itu.

Baginya, biaya mudik dengan bus itu jauh lebih murah dibandingkan menggunakan pesawat terbang yang harganya sudah membubung tinggi akibat melonjaknya permintaan. Harga tiket pesawat pada hari-hari menjelang Lebaran 2012 mencapai Rp 1 juta per orang.

Meski moda bus lebih murah tiketnya, Heri dipastikan tidak mendapatkan tiket ke Pariaman karena sudah habis sejak sebelum Ramadhan. Tiket bus habis karena ada banyak orang mudik ke Sumatera Barat secara berombongan sehingga penumpang yang pulang sendiri-sendiri akan tidak mendapatkan kursi. ”Jadi, pilihannya, ya, cuma pulang dengan bus saat Idul Adha meskipun tiga hari dua malam di perjalanan,” ungkapnya.

Menikmati kemacetan

Cerita lain juga dialami Rahmanto (39). Karena sering mudik ke kampung, pria yang sejak 15 tahun terakhir bekerja di Jakarta sudah lupa berapa kali ia pulang ke rumahnya di Semarang, Jawa Tengah, untuk berlebaran. Namun, ia selalu ingat saat dipaksa menikmati macet hingga belasan jam di perjalanan setiap musim mudik dan balik Lebaran.

”Paling sering saya lewati adalah jalur pantura. Sudah pasti yang ditemui adalah kemacetan panjang. Tahun lalu, coba di jalur selatan, ternyata sama saja. Bahkan, lebih parah karena jalannya kecil dan banyak belokan. Mungkin tahun ini coba lewat jalur tengah. Kabarnya banyak jalur alternatif yang bisa dimanfaatkan,” kata Rahmanto, Minggu (5/8) lalu.

Jalur utara yang dimaksud Durmin dan Rahmanto tidak lain jalur Jakarta-Cirebon melalui Bekasi, Karawang, Cikampek, Pamanukan, Indramayu, Karang Ampel. Adapun jalur selatan melalui Jakarta, Tol Cipularang, Cileunyi, Cicalengka, Nagreg, Limbangan, Malangbong, Ciawi, Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, hingga Majenang (Jawa Tengah).

Sementara jalur tengah yang akan dicoba Rahmanto nanti adalah jalur Jakarta, Cikampek, Sadang, Subang, Cikamurang, Kadipaten, Majalengka, hingga Cirebon.

Pilih jalur alternatif

Pilihan mudik yang diambil pemudik boleh jadi tak selamanya tepat. Namun, di tengah tingginya harga tiket untuk mudik, seperti yang dirasakan Heri, mudik dengan bus ke Pariaman, jadi pilihan. Jalur Lintas Tengah trans-Sumatera yang masih menyisakan kerawanan macet, kecelakaan, dan pungutan liar memang bukan alternatif terbaik. Namun, itulah yang bisa dilakukan pada pedagang kecil, seperti Heri untuk mengganti mudik saat Lebaran.

Bagi Durmin dan Rahmanto, volume kendaraan bermotor yang meningkat pesat hingga tak kunjung membaiknya sarana transportasi publik, pilihan itu tampaknya bisa menjadi pilihan bijaksana saat jalur utara dan selatan penuh sesak.

Apalagi, berdasarkan data Kepolisian Daerah Jawa Barat, jumlah kendaraan bermotor diperkirakan akan meningkat pada periode H-7 hingga H+7. Tahun 2011, jumlah kendaraan yang melintas di Jawa Barat mencapai 8,93 juta unit, meningkat 5,23 persen dari tahun 2010 sebanyak 8,46 juta.

Tahun 2012 sudah bisa diperkirakan lebih meningkat lagi karena Dinas Perhubungan DKI Jakarta sudah memperhitungkan kenaikan jumlah penumpang yang akan diangkut keluar dari Jakarta untuk mudik mencapai 15,1 persen menjadi 8,34 juta jiwa.

Namun, angka statistik itu tidak membuat Durmin dan Rahmanto menjadi kecut dan mengurungkan rencana untuk mudik. Mereka tetap akan mudik dengan mencoba peruntungan melalui jalur baru, seperti jalur tengah Jawa Barat.

Pemudik sekarang ini memang perlu cerdik untuk memilih moda dan sekaligus jalur alternatif yang aman dan nyaman. (HAR/OIN/CHE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

    Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

    Nasional
    Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

    Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

    Nasional
    Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

    Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

    Nasional
    Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

    Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

    Nasional
    Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

    Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

    Nasional
    Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

    Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

    Nasional
    Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

    Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

    Nasional
    Memulihkan Demokrasi yang Sakit

    Memulihkan Demokrasi yang Sakit

    Nasional
    Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

    Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

    Nasional
    Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

    Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

    Nasional
    Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

    Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

    Nasional
    Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

    Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

    Nasional
    Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

    Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

    Nasional
    Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

    Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

    Nasional
    Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

    Presiden Joko Widodo Perkenalkan Presiden Terpilih Prabowo Subianto di Hadapan Tamu Internasional WWF Ke-10

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com