PALEMBANG, KOMPAS.com --- Sejumlah pihak mempertanyakan keberadaan Bupati Ogan Ilir Mawardi selama konflik lahan merundung warganya hingga berakhir dengan bentrokan dengan polisi yang menewaskan satu anak-anak Angga bin Darmawan (12) dan melukai setidaknya empat warga lainnya.
Selama konflik lahan memanas dalam tiga bulan terakhir, Bupati yang menjalani periode kedua kepemimpinannya itu tak pernah muncul di hadapan masyarakat. Konflik tersebut terjadi antara warga 21 desa di Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumatera Selatan, dengan PTPN VII Cinta Manis yang berada di kabupaten yang sama.
Beberapakali pertemuan digelar antara warga dengan PTPN VII Cinta Manis, namun Bupati Mawardi tak pernah muncul dengan berbagai alasan. Pertemuan hanya dihadiri DPRD Ogan Ilir dan beberapa pejabat Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir.
Wakil Gubernur Sumatera Selatan Eddy Yusuf mengatakan, bupati seharusnya bertanggungjawab moral secara langsung terhadap masalah yang dihadapi warganya. Apalagi, seorang anak-anak tewas dalam peristiwa kekerasan.
"Namun, dalam hal ini kami melihat peran Bupati Ogan Ilir tak ada," katanya di Palembang, Sumsel, Jumat (3/8/2012). Padahal, kata Eddy, peristiwa bentrok disertai penembakan oleh anggota Brigade Mobil (Brimob) di Desa Limbang Jaya itu seharusnya dapat diredam jika konflik lahan yang menjadi pangkal masalah diselesaikan sedini mungkin.
"Seharusnya Bupati bisa memfasilitasi masalah ini," ucapnya.
Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Nurcholis yang juga mengetuai tim pemeriksaan penembakan Limbang Jaya mengatakan, tidak adanya Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir dalam peristiwa tersebut merupakan bentuk absennya negara. Padahal, kewenangan penyelesaian sengketa lahan berada di tangan bupati sebelum dilanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi. Karena ketidakhadiran negara itu, lanjut Nurcholis, kepolisian seolah didorong melakukan tugas yang melebihi kapasitasnya.
"Dalam kasus ini kepolisian dibuat menanggung tugas baik penegakan hukum maupun dialog dengan masyarakat. Padahal, dialog dengan masyarakat ini semestinya bisa dilakukan Pemerintah Kabupaten," ujarnya.
Dalam peristiwa yang berakhir bentrok di Desa Limbang Jaya, 27 Juli lalu, polisi masuk ke desa awalnya dengan tujuan melakukan patroli dialogis dan penegakan hukum. Namun, operasi ini berakhir dengan bentrokan antara polisi dengan masyarakat yang menewaskan satu anak-anak dan melukai empat warga lainnya yang diduga terkena peluru.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.