JAKARTA, KOMPAS.com - Tindakan represif Brimob di Ogan Ilir, Sumatera Selatan menurut pandangan Imparsial lebih disebabkan mulai dilegalkannya Undang-Undang Penanggulangan Konflik Sosial (UU PKS) sejak April lalu.
Imparsial turut menduga bahwa Undang-Undang tersebut merupakan pesanan kelompok investor sehingga rakyat yang menjadi korban.
"Mereka ingin pemerintah menjaga kelangsungan investasi mereka dengan penjagaan aparat keamanan. Dan UU Penanggulangan Konflik Sosial sudah mengakomodasi kepentingan mereka (para investor) itu," ujarnya.
Poenky turut berpendapat bahwa langkah yang harus dilakukan pemerintah adalah memperkuat pemahaman hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada aparat keamanan, agar tidak berbuat sewenang-wenang dalam menyelesaikan konflik sosial.
Kepolisian, menurutnya, dalam bertindak mengakhiri konflik dalam masyarakat tidak boleh sewenang-wenang dan harus meminimalisir jatuhnya korban.
Tindakan Brimob seperti yang terjadi di Ogan Ilir, lanjutnya, adalah kegagalan dari aparat keamanan dalam hal ini kepolisian dalam tugasnya menjadi pengayom masyarakat.
Selain Brimob, keberadaan dari Undang-Undang Penanggulangan Konflik Sosial (UU PKS) turut pula berperan besar dalam membentuk tindakan aparat untuk menanggulangi konflik dengan cara kekerasan.
Dirinya menjelaskan pula bahwa rumusan definisi konflik di RUU tersebut berpotensi membuka ruang terjadinya sekuritisasi terhadap berbagai masalah sosial sehingga menjustifikasi keterlibatan aktor-aktor represi.
Hal ini sangat potensial mengancam berbagai kelompok masyarakat sipil khususnya dalam konflik agraria dan konflik sumberdaya alam di berbagai daerah di Indonesia yang rentan terjadi konflik dan hal tersebut jelas terlihat dalam permasalahan Ogan Ilir.
"UU Penanggulangan konflik itu secara tidak langsung membentuk tindakan aparat keamanan dalam menyelesaikan konflik. Kekuatan militer di UU ini dilegalkan untuk menghadapi kelompok petani, buruh, mahasiswa dan masyarakat lainnya akibat dari defenisi konflik sosial yang karet," pungkasnya.
Seperti diberitakan, warga Ogan Ilir dan petugas Brimob terlibat bentrok. Seorang anak, Angga (11), siswa kelas 1 MTs Tanjung Pinang, warga Desa Tanjung Pinang II, Kecamatan Tanjungbatu, Kabupaten Ogan Ilir, tewas tertembak saat pasukan Brimob Polda Sumatera Utara menyisir kampung warga.
Bentrok juga menyebabkan enam warga lainnya mengalami luka yang diduga akibat terkena tembakan peluru nyasar pasukan Brimob. Bentrokan tersebut berawal dari konflik lahan antara masyarakat Ogan Ilir dengan PT Perkebunan Nasional (PTPN) VII unit Cinta Manis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.