Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemekaran Jangan Menyisakan Masalah

Kompas.com - 18/06/2012, 01:56 WIB

Laju iring-iringan sekitar 30 mobil yang ditumpangi rombongan Komisi II DPR, Pemerintah Kabupaten Manokwari, dan Pemerintah Provinsi Papua Barat berkali-kali terhambat belasan sungai tanpa jembatan dalam perjalanan menuju Distrik Anggi di Pegunungan Arfak, Papua Barat.

Para sopir mobil-mobil bergardan ganda tersebut dengan terampil menaklukkan medan berat itu, termasuk jalanan tanah berbatu untuk mencapai distrik-distrik yang 12 tahun lalu sulit dijangkau karena terletak di pedalaman. Diperlukan waktu empat jam perjalanan untuk mencapai Distrik Anggi. Itu dengan catatan cuaca bagus. Jika musim hujan, waktu yang dibutuhkan lebih lama karena jalanan menjadi berlumpur, bahkan longsor.

Sabtu (16/6) siang lalu, dalam segala keterbatasannya, warga di Pegunungan Arfak, yang kondisinya masih di bawah standar hidup layak, antusias menyambut kedatangan rombongan Komisi II DPR yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja. Pengalungan bunga, pemberian miniatur rumah ”kaki seribu”, tarian perang disajikan belasan lelaki bercawat kain merah yang muncul dari balik semak-semak sembari mengacung-acungkan parangnya, tanda penyambutan tamu yang hangat suku-suku di Papua.

Komisi II DPR yang meninjau lokasi calon kabupaten pemekaran Pegunungan Arfak kemudian berdialog dengan masyarakat yang datang dari 10 distrik, yaitu Anggi, Sururey, Minyambouw, Anggi Gida, Didohu, Taige, Testega, Catubouw, Hingk, dan Membey. Distrik-distrik tersebut terdiri atas 178 kampung dan berpenduduk 25.046 jiwa. Dalam dialog, warga menyatakan sudah tidak sabar dan meminta agar wilayahnya dapat menjadi Kabupaten Pegunungan Arfak.

Bupati Manokwari Bastian Salabai menyatakan, pemekaran kabupaten di Papua Barat sangat berbeda dengan pemekaran di wilayah lain di Indonesia. Di luar Papua, wilayah-wilayah itu maju dan berkembang dahulu baru kemudian dimekarkan. Di Papua ini sebaliknya, dimekarkan dahulu baru kemudian dibangun.

”Pemekaran ini penting supaya masyarakat di pedalaman dapat dilayani dengan cepat. Jadi, mereka tidak perlu datang ke kota Manokwari untuk berobat, untuk mengurus surat-surat seperti KTP (kartu tanda penduduk) dan KK (kartu keluarga),” katanya.

Bastian mengatakan, Pegunungan Arfak memiliki potensi pariwisata Danau Anggi Laki-Laki dan Danau Anggi Perempuan yang dapat dikembangkan untuk budidaya ikan air tawar. Selain itu, potensi pengembangan pertanian seperti sayuran, misalnya wortel, daun bawang, daun seledri, tomat, cabai, dan kentang. Sejauh ini baru tanaman kakao dan kopi yang mulai dibudidayakan.

Tak hanya di Pegunungan Arfak, warga di Manokwari Selatan pun meminta pemekaran. Berbeda dengan Pegunungan Arfak, perjalanan 170 kilometer menuju Distrik Ransiki di Manokwari Selatan bisa dijangkau dalam tiga jam melalui jalanan beraspal mulus.

Calon Kabupaten Manokwari Selatan direncanakan akan meliputi enam distrik, yaitu Oransbari, Ransiki, Neney, Tahota, Dataran Isim, dan Momi Waren. Total ada 53 kampung dengan jumlah penduduk 18.437 jiwa, terbanyak di Distrik Ransiki sejumlah 7.084 jiwa. Calon ibu kota kabupaten direncanakan di Boundij di Distrik Ransiki. Penduduk di Manokwari Selatan ini terdiri dari berbagai suku, antara lain suku Sough, suku Bohon, dan suku pendatang baik dari dalam maupun luar Papua seperti Jawa, Makassar, Bugis, dan Maluku.

Kepala Suku Besar Arfak yang juga mantan Bupati Manokwari periode 2001-2005 dan 2005-2010, Domingus Mandacan, mengatakan, masyarakat menunggu kepastian pemekaran kabupaten ini sejak 2006. ”Kami menunggu Undang-Undang Pemekaran Daerah Kabupaten Manokwari Selatan supaya masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan yang baik, dan pertanian,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com