Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bea Keluar Batubara Memberatkan Pengusaha

Kompas.com - 08/06/2012, 18:04 WIB
Evy Rachmawati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana penerapan bea keluar atas komoditas batubara dinilai akan memberatkan pengusaha. Apalagi saat ini ada perbedaan besaran pajak antara perusahaan pemegang kontrak karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) dengan perusahaan pemegang izin usaha pertambangan.

Hal ini disampaikan Ketua Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia Herman Afif Kusumo, Jumat (8/6), di Menara Global, Jakarta. Sebagai contoh, royalti pertambangan untuk PKP2B sebesar 13,5 persen dari nilai penjualan, sedangkan untuk pemegang IUP produksi dan operasi hanya sekitar 6 persen.

  "Jika ingin memperoleh kenaikan penerimaan negara dari industri batubara, sebaiknya pemerintah menaikkan royalti pertambangan bagi pemegang IUP produksi dan operasi batubara dari 6 persen menjadi sekitar 13,5 persen atau disamakan dengan perusahaan PKP2B," kata dia.

Dengan demikian, ada perlakuan yang sama antara pemegang IUP dengan PKP2B.   Herman Afif menambahkan, pengenaan bea keluar semestinya tidak diterapkan karena akan menghambat kegiatan ekspor batubara. Jika pemerintah hendak memberlakukan bea keluar, sebaiknya hal itu didasarkan pada rezeki nomplok (windfall profit) jika harga batubara di pasar internasional naik tajam

. "Pengenaan bea keluar batubara tidak ada dasarnya, kecuali jika pengusaha mendapat keuntungan lebih dari batas kewajaran," kata dia.   Selain itu tata niaga batubara harus diperketat sejak pengajuan rencana produksi sampai ekspor. Oleh karena, volume ekspor batubara yang tidak terkendali akan berdampak buruk terhadap daya dukung lingkungan meskipun cadangannya relatif besar.

Batubara dengan kalori rendah dianjurkan tidak diekspor, tetapi digunakan untuk mengoperasikan pembangkit listrik mulut tambang. "Untuk memperbanyak jumlah pembangkit mulut tambang, harus ada insentif bagi pengusahanya," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com