Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fondasi Antikorupsi Terbangun

Kompas.com - 23/05/2012, 05:31 WIB

Terkait percepatan reformasi, menurut Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso di Senayan, Jakarta, tidaklah tepat jika harus memotong satu generasi. Regenerasi kepemimpinan nasional seharusnya berjalan secara alamiah.

Salah satu solusi yang bisa dilakukan adalah memberikan kesempatan sekali lagi kepada para tokoh tua (senior) untuk menjadi pemimpin nasional. ”Biarlah kita beri kesempatan sekali ini kepada senior untuk menuntaskan masa baktinya,” kata Priyo yang juga Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar.

Menurut dia, gagasan potong satu generasi muncul hanya karena kegemasan kalangan muda terhadap para tokoh tua yang dianggap gagal mengubah kondisi bangsa. Meski demikian, Priyo sependapat bahwa salah satu kunci reformasi adalah regenerasi kepemimpinan. Namun, regenerasi tidak bisa dipaksakan.

Bagi mantan Wakil Presiden, M Jusuf Kalla, regenerasi kepemimpinan terjadi setiap saat. Namun, tidak seharusnya regenerasi dilakukan dengan membatasi tokoh-tokoh senior yang akan muncul dalam bursa calon presiden. Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto juga sependapat, regenerasi tidak bisa dipaksakan. ”Biarkan berjalan alamiah,” ujarnya.

Terancam gagal

Namun, transisi demokrasi yang dialami Indonesia pasca-Soeharto dinilai terlalu lama dan tidak ada tanda-tanda segera berakhir. Situasi itu akan membuat Indonesia terancam gagal dalam berdemokrasi.

Peneliti The Indonesian Institute Hanta Yuda mengatakan, transisi demokrasi adalah periode yang dialami suatu bangsa ketika beralih dari sistem otoritarian menuju demokrasi yang terkonsolidasi. Transisi demokrasi di suatu negara biasanya selesai setelah mereka melewati dua pemilu demokratis. ”Tapi, kita sudah melewati tiga pemilu yang demokratis, bahkan sebentar lagi empat pemilu, tetapi transisi demokrasi belum selesai juga,” tutur Hanta.

Anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ganjar Pranowo, juga melihat bahwa transisi demokrasi di Indonesia terlalu lama. ”Kita terancam menjadi negara yang mengalami transisi demokrasi permanen,” katanya.

Hanta menjelaskan, penyebab utama transisi demokrasi di Indonesia tak kunjung selesai adalah kondisi partai politik yang buruk.

”Partai politik bobrok. Rekruitmen masih oligarkis, transaksional. Ada upaya mencari uang lewat posisi yang ditempati orang partai di pemerintahan. Padahal, partai menempati posisi strategis. Mereka menentukan penempatan orang di sejumlah lembaga negara. Maka, perbaikan seharusnya di hulu, perbaikan pada parpol,” kata Hanta.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com