Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tembok Besar Korupsi

Kompas.com - 23/05/2012, 04:30 WIB

Mereka membangun dua bentuk konsensus jahat dalam konteks relasi sosial. Pertama, konsensus internal, yaitu aneka kesepakatan jahat dan korup di antara individu atau kelompok dalam aneka institusi yang menghasilkan tidak saja korupsi kolektif, tetapi juga jejaring korupsi (corruption network). Kedua, konsensus eksternal, yaitu konsensus membangun imagologi berupa teknologisasi pencitraan diri, kelompok atau institusi, untuk dan diapresiasi dunia luar.

Korupsi dapat dilihat sebagai relasi produksi yang melibatkan aneka modal, sumber daya, sarana dan prasarana untuk menghasilkan produk berupa uang atau properti bernilai lainnya. Relasi produksi korupsi ini di berbagai instansi pemerintah, parlemen, dan partai politik direproduksi secara sosial melalui reproduksi relasi produksi (Althusser, Essays on Ideology, 1984), yaitu merepetisi relasi sosial korupsi dan mental korup lintas generasi sehingga menghasilkan para koruptor muda di berbagai lembaga.

Putuskan relasi dan jejaring

Gerakan pemberantasan korupsi bertujuan memutus relasi sosial korupsi dan jejaring korupsi serta menghapus mental korupsi pada setiap komponen bangsa di setiap lembaga. Untuk itu, setiap aparatus terkait korupsi berperan besar dalam gerakan ini. Masalahnya, aparatus-aparatus (lembaga hukum, partai, parlemen, pendidikan) yang semestinya menjadi penggerak dalam membangun manusia sebagai subyek yang bersih, jujur, terpercaya, dan amanah justru menjadi aparatus reproduksi relasi korupsi.

Ketika aparatus yang berfungsi memutus relasi sosial korupsi malah menjadi bagian reproduksi relasi korupsi, fenomena korupsi menjelma semacam ironi, ada kontradiksi antara fungsi dan tindakan. Lembaga-lembaga yang berfungsi memberantas korupsi justru menjadi bagian jejaring korupsi itu sendiri: lembaga pengadilan memproduksi ketidakadilan, lembaga keamanan mempertontonkan kekerasan, lembaga pendidikan menunjukkan kepalsuan.

Lembaga-lembaga menjadi semacam rumah (host) yang aman bagi para koruptor. Layaknya parasit, mereka hidup dengan menjadi penumpang gelap di kantor, perusahaan, partai, masyarakat, sistem, ekosistem, atau institusi. Mereka mengambil secara ilegal aneka properti berharga di ”rumah” tempat ia hidup. Dengan cara itu, ia merusak sistem atau ekosistem, dengan merusak pula dirinya—semacam ”self-destruction”.

Parasit ada di dalam setiap sistem: sistem alam, sistem politik, sistem birokrasi, sistem hukum, sistem pendidikan, sistem ekonomi, atau sistem demokrasi (Serres, The Parasite, 1982). Dalam sistem birokrasi pemerintah, para birokrat korup menjadi parasit pemerintah. Di dalam sistem partai, elite politik menjadi parasit partainya meskipun kolektivitas partai itu sendiri dapat menjadi parasit sistem politik bangsa. Para polisi, jaksa, dan hakim menjadi parasit sistem hukum sebagaimana para koruptor anggaran pendidikan menjadi parasit sistem pendidikan.

Maka, ketika setiap unsur birokrat, pejabat, pegawai, staf, staf ahli, elite politik, manajer, direktur, dan pengusaha bersimbiosis membangun jejaring untuk merampok uang negara, yang tercipta adalah semacam jejaring parasit. Jejaring parasit menjelma sebuah tembok besar yang kokoh dan sulit ditembus karena di antara mereka dibangun sistem pertahanan diri (self-defence).

Pembiaran, penopengan, penghilangan jejak, dan mungkin juga pelupaan (forgetfulness) secara sistemik adalah salah satu bentuk pertahanan itu. Akibatnya, korupsi tidak hanya merata, tetapi juga telah menjadi mental kolektif bangsa.

Karena itu, korupsi tidak bisa dihadapi hanya melalui pendekatan hukum, tetapi harus diperkuat melalui pendekatan budaya, yaitu upaya sistematis mengubah mental dan karakter bangsa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com