Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konversi ke BBG

Kompas.com - 29/02/2012, 02:31 WIB

Konversi energi dari bahan bakar minyak ke bahan bakar gas kembali menjadi sorotan. Konversi ke BBG muncul ketika awal Januari 2012, dalam sidang kabinet, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan akan menjalankan kebijakan energi campuran (mix-energy) yang menggabungkan pemenuhan kebutuhan energi dengan kelestarian lingkungan. Bahan bakar gas disebutkan merupakan alternatif yang dipilih karena ramah lingkungan dan banyak tersedia di dalam negeri.

Bagi Indonesia, konversi ke bahan bakar gas (BBG) sebenarnya bukan barang baru. Program tersebut telah diperkenalkan sejak tahun 1986. Saat itu, konversi ke BBG dilakukan untuk armada taksi di Jakarta. Pada tahun 1995, pemerintah kembali menyampaikan rencana untuk mengalihkan bahan bakar minyak (BBM) ke gas. Tahun 2005, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Hal itu ditindaklanjuti oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, yang mengeluarkan peraturan tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) serta Pengawasan Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas dan Bahan Bakar Lain, LPG, LNG, dan Hasil Olahan yang Dipasarkan di Dalam Negeri. Hal itu terus berlanjut hingga Pemprov DKI kemudian mengeluarkan Peraturan Gubernur No 14/2007 tentang Penggunaan BBG untuk Angkutan Umum dan Kendaraan Operasional Pemerintah Daerah.

Dibandingkan dengan sejumlah negara, Indonesia sebenarnya sudah lebih dulu memperkenalkan konversi BBG. Pakistan, misalnya, negara yang paling sukses dengan program tersebut, justru baru memulainya tahun 1998. Perkembangan konversi ke BBG di Indonesia memang lamban. Meski sudah berjalan 26 tahun lebih, kendaraan yang menggunakan BBG baru 2.000 unit pada tahun 2010. Berdasarkan data Natural Gas Vehicle Global 2011, jumlah kendaraan yang mengonsumsi BBG paling banyak di Pakistan, yakni 2,74 juta unit.

Namun, pertumbuhan tercepat tahun 2010 terjadi di Iran dan Thailand dengan pertumbuhan masing-masing 24.426 persen dan 26.631 persen. Jumlah kendaraan yang menggunakan BBG di Iran sebanyak 1,95 juta unit, sementara di Thailand sebanyak 218.459 unit. Minimnya pengguna BBG tersebut berbanding lurus dengan jumlah stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG). Jumlah SPBG di Indonesia tahun 2010 tercatat 9 unit, sementara di Iran 1.574 unit dan Thailand 426 unit.

Kesuksesan sejumlah negara dalam mengonversi ke BBG bukannya tanpa alasan. Berbagai terobosan mereka tempuh sehingga hasilnya lebih signifikan. Pemerintah Pakistan, misalnya, memberikan kemudahan izin untuk memasarkan BBG. Pembangunan jaringan pipa gas alam menjadi prioritas utama. Komitmen Pemerintah Pakistan untuk mempromosikan konversi juga sangat kuat. Untuk mendukung konversi, pemerintah juga membebaskan bea impor dan pajak penjualan atas impor mesin, perlengkapan kit, dan tabung BBG.

Hal serupa juga ditempuh Pemerintah Thailand. Mereka menyediakan tabung dan perlengkapan kit secara gratis dan mengoordinasi seluruh bengkel untuk mengonversi seluruh taksi di Thailand.

Meski perkembangannya lamban, konversi ke BBG harus didukung secara penuh. Tidak hanya bisa menghemat 6,21 juta kiloliter BBM bersubsidi, konversi ke BBG juga mengurangi ketergantungan kita terhadap BBM. Tahun 2011, konsumsi BBM mencapai 41,69 juta kiloliter. Bagi konsumen, konversi tersebut juga menguntungkan karena harga BBG jauh lebih murah. (ENY PRIHTIYANI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com