Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LCD Proyektor "Focus Esemka" untuk Semua

Kompas.com - 30/01/2012, 10:37 WIB

”Banyak sekolah yang menanyakan apakah kami masih merakit LCD proyektor untuk dibagikan ke sekolah. Kami belum tahu karena tergantung dari pemerintah pusat. Tetapi, kalau ada yang mau dirakitkan, setiap saat kami siap,” kata Endang.

Bagi yang ingin membeli LCD proyektor Focus Esemka, satu unit dipatok Rp 3,8 juta. Sampai saat ini, sekolah belum menerima pesanan dari masyarakat karena belum ada upaya promosi. Di salah satu ruangan di bagian depan sekolah masih terlihat beberapa dus LCD proyektor yang ditata di atas lemari.

Selain LCD proyektor, sekolah yang berlokasi di Jalan Parangtritis Kilometer 11 ini juga merakit personal computer (PC) dan netbook hasil kerja sama dengan Zyrex Komputer tahun 2010. Komputer rakitan SMK yang bermerek SMK Zyrex itu memiliki logo bendera Merah Putih. Spesifikasi untuk PC prosesor Pentium 4 dan dijual ke pasar dengan harga Rp 2,8 juta-Rp 2,9 juta per unit. Adapun untuk netbook, prosesor yang digunakan Core Duo dengan layar 10,2 inci dan bisa dijual Rp 2,5 juta-Rp 3 juta.

Unit produksi

Jika hasil rakitan siswa sudah dilepas ke pasaran, laba atau keuntungan penjualan akan kembali ke sekolah melalui unit produksi program keahlian dan siswa. Sistem ini, kata Endang, telah dipraktikkan para siswa program keahlian Pemasaran sejak tahun 2008. Bentuknya, minimarket swalayan yang berlokasi di halaman depan sekolah. Selain masuk ke rencana anggaran pendapatan dan belanja sekolah, siswa berhak atas laba yang bisa dibawa pulang dalam bentuk uang tunai.

”Siswa bisa mengambil dagangan barang kebutuhan sehari-hari di minimarket. Diberi waktu seminggu untuk dijual. Setelah laku, uangnya kembali ke sekolah untuk pengembangan usaha dan selisihnya bisa dinikmati siswa,” kata Endang.

Bagi siswa program keahlian Pemasaran, cara ini merupakan pembelajaran memasarkan produk. Dengan modal awal aset senilai Rp 17 juta yang diperoleh dari pemerintah, kini minimarket itu memiliki aset hingga Rp 369 juta. Usaha minimarket itu, kata Endang, sedikit banyak membantu sekolah yang menetapkan SPP Rp 125.000 per bulan per siswa.

Meski diperbolehkan menarik pungutan karena statusnya sebagai RSBI, sekolah tidak bisa menetapkan SPP di atas Rp 125.000 per bulan karena latar belakang ekonomi mayoritas siswa (1.367 jumlah total siswa) berasal dari keluarga menengah ke bawah.

”Sebagian besar orangtua siswa bekerja sebagai buruh tani. Biaya sekolah sebesar itu saja masih banyak yang tidak sanggup,” kata Endang.

Biaya sekolah yang relatif murah tidak lantas menghasilkan kualitas lulusan rendah. Pada Januari-Februari, sekolah tidak pernah sepi dari utusan- utusan perusahaan dalam negeri ataupun luar negeri, seperti Malaysia dan Jepang, yang datang untuk berburu dan mengijon sumber daya manusia potensial dari sekolah itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com