Bekasi, Kompas -
Namun, mereka akan menyisir perusahaan-perusahaan yang memberikan kuasa kepada Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk menggugat Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Jawa Barat 2012 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung.
”Kami mencatat sekitar 109 perusahaan yang memberikan kuasa kepada Apindo,” kata Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Bekasi Obon Tabroni, di sela-sela pertemuan kalangan FSPMI di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (24/1) sore.
Seratus lebih perusahaan itu berada di sejumlah kawasan di Kabupaten Bekasi, antara lain di Tambun, Cibitung, dan Cikarang.
Tujuan aksi penyisiran itu, ujar Obon, mendesak para pemimpin perusahaan mencabut surat kuasanya kepada Apindo Kabupaten Bekasi.
Sejumlah lokasi di kawasan industri di Kabupaten Bekasi, kemarin, dijaga polisi. Penempatan polisi juga terlihat di sekitar pintu tol di Cikarang dan Cibitung, Kabupaten Bekasi.
Kepala Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bekasi, Kabupaten Bekasi, Komisaris Besar Wahyu Hadiningrat membenarkan adanya peningkatan pengamanan di kawasan industri dan lokasi strategis di Kabupaten Bekasi terkait dinamika buruh.
Pengamanan didukung Polda Metro Jaya, Polresta Bekasi Kota, dan polres terdekat. Jumlah polisi yang dikerahkan untuk berjaga itu lebih dari 2.800 orang. ”Penjagaan ini langkah antisipasi,” ujarnya.
Wahyu menegaskan, kondisi dan situasi di Kabupaten Bekasi masih terkendali dan kondusif.
Ketua Umum Apindo Sofjan Wanandi menegaskan, kerugian dunia usaha yang disebabkan oleh sekelompok buruh akibat kebijakan populis pemerintah daerah, seperti di Bekasi, bukan hanya materiil.
”Nilai persis kerugiannya bisa ratusan miliar (rupiah). Salah satu perusahaan asing saja menyebutkan
Dewan Pimpinan Pusat Apindo secara tegas menyatakan belum mencabut gugatan terhadap SK Gubernur tentang UMK di PTUN Bandung.
Yang mencemaskan, menurut Sofjan, sampai sekarang ancaman melalui pesan layanan singkat (SMS) dan berbagai selebaran masih beredar di kalangan pengusaha. Mereka meminta perusahaan mendukung pencabutan gugatan Apindo ke PTUN Bandung.
”Sekali lagi, kepastian hukum yang sangat lemah menyebabkan iklim investasi di Indonesia mencemaskan,” kata Sofjan.
Dalam proses ini, Dewan Pimpinan Nasional Apindo untuk sementara menonaktifkan kepengurusan Dewan Pimpinan Daerah Apindo yang daerahnya bersitegang dengan kelompok buruh.
Iklim investasi ini juga membuat beberapa pengusaha ataupun duta besar mulai mempertanyakan iklim investasi di Indonesia. ”Bisa jadi, kekisruhan ini juga terjadi di daerah lain,” ujar Sofjan.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) juga mempertanyakan keputusan sepihak Ketua Dewan Pengupahan DKI Jakarta yang mengubah kenaikan upah minimum sektoral provinsi (UMSP) untuk sektor tekstil dan garmen dari 5 persen menjadi 7 persen.
Ketua Dewan Pengupahan Dedet Sukendar menjelaskan, perubahan itu dibuat karena situasi sangat tegang. Buruh berunjuk rasa dan menyisir setiap pabrik dan meminta kenaikan UMSP 15 persen.
(COK/OSA/ARN)