Jakarta, Kompas
Henry Saragih, juru bicara Sekber, Rabu (18/1), di Jakarta, mengatakan, hasil penelusuran Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mesuji sangat dangkal. ”Seluruh rekomendasi tak menyentuh soal tanah dan pelanggaran perusahaan dalam memperoleh hak guna usaha perkebunan dan izin hutan tanaman industri,” katanya.
Kasus-kasus itu terjadi sistematis, didukung perangkat perundangan yang tak selaras dengan Pancasila. Contohnya, UU No 18/2004 tentang Perkebunan yang membuat aparat represif karena ada mekanisme perlindungan bagi tanah perusahaan.
Idealnya, lanjut Henry, temuan TGPF menyentuh akar permasalahan. Ia mendorong agar Presiden membentuk komite
”Sama seperti korupsi yang sangat kompleks dan mengakar, demikian pula masalah agraria ini sudah parah,” ucapnya.
Serikat Petani Indonesia mencatat, sepanjang 2011 ada 144 konflik agraria (342.360 hektar) yang menewaskan 20 warga.
Berry Nahdian Furqan, Direktur Eksekutif Walhi, memaparkan, persoalan agraria dan pengelolaan sumber daya alam dalam kondisi darurat. Sebab, langkah yang diambil antipetani dan antirakyat, dengan membela kepentingan perusahaan besar asing ataupun dalam negeri.
Walhi yang juga masuk Sekber menyerukan kepada gerakan-gerakan dan aliansi untuk membangun gerakan rakyat antiperampasan tanah berskala nasional. Diserukan pembentukan panitia khusus agraria dan pengelolaan sumber daya alam di DPR untuk mengevaluasi semua masalah agraria dan memberikan rekomendasi komprehensif yang berpihak kepada rakyat.