Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lahan Keluarga untuk Lingkungan

Kompas.com - 04/01/2012, 02:38 WIB

Mohammad Hilmi Faiq

Marandus Sirait (44) menyimpan obsesi membangun hutan lindung yang dapat menghidupi masyarakat sekitar. Dia rela meninggalkan kenyamanan hidup di kota, kembali ke kampung halaman, dan mengubah tanah tak terawat menjadi hutan produktif.

Taman Eden 100. Begitu Marandus memberi nama hutan yang terletak 6 kilometer dari bibir Danau Toba itu. Ia mengutip istilah kitab suci tentang gambaran surga. ”Saya ingin hutan ini menjadi surga karena bermanfaat bagi banyak orang,” ujar Marandus, akhir Desember.

Di hutan seluas 40 hektar di Kecamatan Lumban Julu, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, ini tumbuh 100 jenis pohon produktif. Pohon durian, jambu biji, mangga, dan pohon avokad tumbuh subur. Di pangkal pohon-pohon itu tertulis masing-masing nama dan instansi pemilik pohon. Marandus mempersilakan pengunjung menanam pohon dengan membayar Rp 100.000 sampai Rp 300.000 per pohon untuk biaya perawatan pohon.

Marandus berharap hutan itu mampu menghidupi banyak orang, baik dari buah yang dihasilkan maupun ramainya pengunjung. Ia tengah berupaya menambah fasilitas menginap, berkemah, dan wahana permainan.

Tersindir kitab suci

Sejak remaja, Marandus seperti tersindir kitab suci yang mewajibkan umat manusia melestarikan bumi. Ia menangkap pesan, Tuhan menciptakan alam dan isinya agar manusia bisa hidup sejahtera dan menjaganya dengan melestarikan bumi.

Dalam berbagai kesempatan, ia selalu menyuarakan pentingnya melestarikan alam, terutama saat mengisi acara gereja. Selain sebagai guru musik, Marandus menjadi penyanyi gereja dalam kurun 1988-1998. Dia pun kerap mengikuti seminar, diskusi, dan lokakarya tentang menjaga lingkungan hidup yang marak pada tahun 1990-an di Medan.

Namun, Marandus merasakan bahwa segala kampanye, dialog, atau diskusi hanya aktivitas kosong. Tak ada perwujudan nyata dari diskusi panjang di hotel berbintang itu.

Pada saat yang sama, Marandus membaca berita bahwa rakyat di Toba Samosir—dulu masih Tapanuli sebelum dimekarkan—kampung kelahirannya, termasuk rakyat miskin. Dia tersentak karena ironisme tersebut. Mereka hidup di tepi Danau Toba yang memiliki sumber daya alam luar biasa. Air melimpah, ikan berjuta-juta, dan tanah subur. ”Danau Toba ini kan raja dari segala danau. Tanahnya begitu subur sampai tongkat kayu pun jadi tanaman,” kata Marandus mengutip istilah Koes Plus dalam lagu ”Kolam Susu”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com