Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mitigasi di Ruang Kosmologi

Kompas.com - 01/01/2012, 19:09 WIB
Oleh Bambang Setiawan


1 Oktober 2004 pagi, Sukrati, porter dari Kampung Adat Senaru, baru sampai di kaki Gunung Barujari, anak Gunung Rinjani yang muncul di kaldera Segara Anak. Ia dan Dick, pendaki gunung asal Jerman, baru saja berjalan mengelilingi anak gunung itu ketika bumi tempat mereka berpijak bergetar hebat.

Selama 30 menit, porter dan turis ini tenang-tenang saja dan belum menyadari apa yang akan terjadi. Keduanya baru panik ketika gempa kemudian diikuti ledakan dahsyat dari Gunung Barujari.

Dick yang bisa berenang segera menyeburkan diri ke Danau Segara Anak dan berenang ke seberang. Sukrati yang tidak bisa berenang berlari cepat menyusuri tepian danau.

Meski sempat panik, Sukrati segera menguasai diri. Bahkan, kemudian ia bersama Dick menikmati pemandangan yang langka. Tidak ada korban jiwa akibat letusan gunung muda itu. Lelaki ini, seperti halnya warga Desa Senaru lain, percaya bahwa Gunung Rinjani dan anaknya, Gunung Barujari, tidak akan membawa celaka. Gunung itu adalah pelindung dan pemberi kehidupan bagi masyarakat yang berada di bawahnya.

Warga Senaru (Lombok Utara) dan Sembalun (Lombok Timur) beruntung tidak berada di bawah aliran lahar, mereka relatif terlindung oleh lereng yang tinggi di puncak Rinjani. Tidak demikian dengan warga Kecamatan Aikmel, Lombok Timur. November 1994, 31 orang tewas tersapu lahar dingin yang mengalir ke Sungai Tanggik.

Pusat semesta

Dalam kosmologi masyarakat setempat, Gunung Rinjani adalah pusat dari semesta tata ruang.

Kesadaran bahwa Danau Segara Anak harus dijaga kelestariannya dikuatkan oleh keyakinan sejumlah tokoh adat, seperti Haji Purnipah dan Raden Gedarip. Purnipah adalah pemangku adat di Desa Sembalun Bumbung, dan Raden Gedarip merupakan pemangku adat Bayan di Dusun Karang Salah. ”Rinjani adalah pelindung Pulau Lombok, dan Segara Anak adalah bong (penyimpan air) dunia Lombok,” kata Purnipah.

Bagi warga Sembalun ataupun Senaru, Gunung Rinjani dipercaya dikendalikan oleh ratu jin yang bernama Dewi Anjani. Selama tata cara adat dipenuhi, Dewi Anjani akan melindungi. Salah satu ketentuan yang berlaku di Kampung Adat Senaru, misalnya, warga atau pendaki yang akan naik ke Gunung Rinjani melakukan entok likubuak, menaruh sekapur sirih di rumah Amaq Loka, pemangku adat Gunung Rinjani jalur Senaru.

Kegiatan ini dimaksudkan sebagai simbol minta izin kepada penguasa gunung, memohon kepada semua jin yang ada di gunung agar tidak mengganggu selama perjalanan. Sebelum berangkat, mereka akan di-sembe (diolesi air sirih pinang) di bagian kening, dada, dan punggung supaya tidak ada rintangan dari atas, depan, dan belakang. Setelah mendaki sampai Plawangan, pendaki harus menaruh lagi sekapur sirih. Demikian juga saat sampai di Segara Anak dan mau mandi air panas.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com