”Kondisi ini agak mengagetkan. Konsumsi karbohidrat berlebih juga terjadi pada anak-anak kelas menengah atas di Jakarta,” kata Koordinator Perkumpulan Indonesia Berseru Tejo Wahyu Jatmiko di Jakarta, Kamis (29/12).
Survei pangan terhadap 216 responden dan pencatatan jenis makanan 98 responden dari usia sekolah menengah pertama (SMP) hingga dewasa muda yang bekerja di beberapa kota besar di Jawa menunjukkan, konsumsi karbohidrat rata-rata dalam satu minggu melebihi kebutuhan. Konsumsi karbohidrat tertinggi terdapat pada anak sekolah menengah atas sebesar 110 persen.
Salah satu penyebab adalah kecenderungan masyarakat untuk mengonsumsi karbohidrat lebih dari satu jenis, seperti makan nasi dengan lauk mi. Selain itu, banyak responden, khususnya kelompok usia SMP, menganggap roti sebagai camilan di antara waktu makan utama.
”Konsumsi karbohidrat berlebih membuat anak muda rentan kelebihan berat badan,” katanya.
Pola konsumsi anak muda kelompok menengah masih menjadikan beras sebagai bahan pangan utama. Responden yang mengonsumsi beras saat sarapan mencapai 60 persen, makan siang 73 persen, dan makan malam 69 persen.
Riset Kesehatan Dasar 2010 menunjukkan, prevalensi gemuk pada anak usia 13-15 tahun mencapai 2,5 persen dan anak umur 16-18 tahun 1,4 persen. Kegemukan pada remaja jauh lebih rendah dibandingkan kegemukan pada anak umur 6-12 tahun yang mencapai 9,2 persen.
Namun, prevalensi kelebihan berat badan pada orang berumur lebih dari 18 tahun mencapai 10 persen, yang mengalami obesitas sebanyak 11,7 persen. Kasus obesitas lebih banyak terjadi pada perempuan, warga perkotaan, berpendidikan lebih tinggi, serta dari kelompok ekonomi tinggi.
Keragaman pangan orang muda Indonesia sangat rendah. Sumber protein yang paling banyak dikonsumsi adalah daging unggas dan daging merah. Konsumsi ikan sangat terbatas.