Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bahan Kimia Mengancam Tanaman Sayuran Petani Marapi

Kompas.com - 23/11/2011, 21:43 WIB
Mohamad Burhanudin

Penulis

BUKITTINGGI, KOMPAS.com - Ketergantungan terhadap obat-obatan dan pupuk kimia yang kian tinggi, menjadi ancaman petani sayuran di kawasan lereng Gunung Marapi di Sumatera Barat.

Padahal, kawasan lereng yang terletak di Kabupaten Tanah Datar dan Agam tersebut, merupakan sentra utama sayuran di provinsi itu.

Kondisi ini seperti dirasakan petani di Kecamatan X Koto, Tanah Datar, dan Kecamatan Banu Hampo, Agam. Dua kecamatan itu merupakan sentra utama tana man sayuran di lereng Gunung Marapi.

Hampir semua sayuran dari lereng Marapi seperti kol, cabai, tomat, wortel, kailan, bunga kol, bawang daun, dan kentang, dihasilkan dari dua kecamatan itu.

Sarifudin (37), petani sayuran di Desa Koto Baru, Kecamatan X Koto, Tanah Datar, Rabu (23/11/2011), mengungkapkan, sejak beberapa tahun lalu kebutuhan obat-obatan kimia dan pupuk kimia untuk menumbuhkan sayuran di lahan pertaniannya, kian meningkat.

Kondisi itu terjadi akibat kian parahnya serangan hama penyakit tanaman, serta menurunnya kesuburan lahan akibat penanaman tanaman sejenis yang berulang nyaris tanpa jeda.

"Sayuran sekarang mudah sekali diserang hama penyakit. Mungkin karena cuacanya yang berubah-ubah. Kalau tak disemprot insektisida terus menerus bisa-bisa tak panen karena tanaman mati," kata Sarifudin. Saat ini ia  menanam tomat di lahan sewaanya seluas satu hektar di Koto Baru, yang terletak sekitar 6 kilometer dari puncak Gunung Marapi.

Obat-obatan kimia seperti noxone, misalnya, digunakan setiap dua hari sekali. Sarifudin telah menghabiskan dua drum dalam 1-2 tahun terakhir.

Padahal, sebelumnya dia cukup menyemprotkan sebanyak satu drum 3-4 hari sekali. Satu drum herbisida yang dicampur air dan obat-obatan organik itu, dapat menghabiskan uang Rp 150.000. Dari tahun ke tahun, harga obat-obatan kimia naik antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000 per botol.

Syahroni (28), petani di Desa Batu Palano, Kecamatan Banu Hampo, mengungkapkan pula, hama penyakit tanaman sayuran sekarang sangat tahan terhadap berbagai jenis obat-obatan. Akibatnya, banyak petani yang menyemprotkan obat-obatan kimia dalam dosis besar agar penyakit tersebut benar-benar mati.

"Kalau tidak, hama hanya pingsan. Setelah itu hidup lagi. Beda dengaan dulu. Sekarang banyak hama yang tahan obat kimia. Kadang kami harus ganti-ganti obat-obatan kimia, karena banyak obat kimia yang tak mempan sehingga harus diganti," tutur Syahroni.

Para petani menyadari bahwa terlalu banyak menggunakan obat-obatan kimia dapat merusak lingkungan, dan mencemari sayuran yang diproduksi. Namun, rata-rata mereka mengaku tak punya pilihan lain agar tetap panen.

"Sebenarnya petani-petani di sini sudah berupaya menggunakan juga bahan organik untuk membunuh hama. Tetapi hasilnya tak secepat bahan kimia," kata Suherman, petani dari Batu Palano.  

 

Pupuk kimia

Penggunaan pupuk kimia pun cenderung meningkat. Meskipun rata-rata petani sudah mencampurnya dengan pupuk organik, keinginan untuk mempercepat lanjut tumbuh tanaman dan berkurangnya kesuburan tanah, membut mereka terpacu menambah jumlah pupuk kimia untuk tanaman sayurannya.

Sarifudin mengaku, untuk sekali tanam sayuran tomatnya di lahan satu hektar dia menghabiskan pupuk hingga 650 kilogram, dengan 400 kilogram di antaranya pupuk kimia seperti TSP dan ZA. Padahal, standar pupuk kimia untuk tanaman satu hektar adalah 250 kilogram.

"Petani di sini jarang yang berganti tanaman. Terus menerus sayuran. Karena itu mungkin tanahnya tak subur lagi sehingga setiap menanam butuh pupuk kimia yang banyak agar tetap bisa tumbuh bagus," kata Suherman.

Lereng Gunung Marapi subur, karena pengaruh material vulkanik dari gunung api itu,  selama ini dikenal sebagai daerah penghasil sayuran. Selain faktor kesuburan tanah, ketinggian lereng yang berada antara 1.000 meter di atas permukaan laut (dpl) hingga 1.700 meter dpl itu, juga menjadi faktor lain tumbuh suburnya sayura n di kawasan ini.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com