Madiun, Kompas -
Sekretaris Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kabupaten Madiun, Setiyono, Rabu (2/11), mengatakan, saat ini terdapat sejumlah rekahan tanah di permukaan lereng yang posisinya sangat labil. Rekahan ini merupakan manifestasi dari gerakan tanah di dalam bumi.
”Kami berharap masyarakat sadar bencana dan waspada apabila hujan deras, mereka harus cepat-cepat mengungsi ke tempat yang aman supaya terhindar dari longsor,” ujarnya.
Dari pantauan pemerintah, sedikitnya terdapat dua daerah yang harus mendapat perhatian lebih karena ancaman bencana longsornya sangat tinggi. Daerah itu adalah Desa Bodag di Kecamatan Kare dan Desa Tawangrejo di Kecamatan Gemarang.
Di Desa Bodag terdapat rekahan tanah sepanjang 500 meter dengan kedalaman lebih dari 3 meter yang sudah mengenai enam rumah warga, pada akhir September 2011 lalu.
Ini merupakan rekahan ketiga yang terjadi di Desa Bodag. Rekahan pertama terjadi pada Februari 2011, mengakibatkan bencana longsor yang menimpa enam rumah warga. Adapun rekahan kedua pada Maret 2011, juga mengakibatkan longsor yang menimpa sebuah rumah dan menutup badan jalan.
Adapun rekahan di Desa Tawangrejo terjadi di Dusun Dawuhan. Kedalaman rekahan mencapai 1 meter dengan panjang lebih dari 500 meter. Rekahan ini mengakibatkan bencana longsor pada Mei 2011 lalu dan mengenai rumah penduduk hingga rusak berat.
Sementara itu, Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpolinmas) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Atok Darmobroto, mengatakan, di daerahnya terdapat 13 desa rawan longsor, terutama di Kecamatan Dawe, Gebog, dan Jekulo. Desa-desa itu berada di kawasan Pegunungan Muria dan Gunung Patiayam, yang di sejumlah lerengnya terdapat pembukaan hutan untuk lahan ketela dan jagung.
Di Pati dan Grobogan, potensi longsor berada di kawasan tambang galian C. Tambang-tambang itu berada di Pegunungan Kendeng Utara. Berdasarkan data Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Pati, penambangan itu berada di Desa Baleadi, Wegil, Kuwawur, dan Prawoto, Kecamatan Sukolilo.
”Penambangan di daerah itu liar. Selain merusak lingkungan, penambangan itu dapat membahayakan para penambang karena berpotensi longsor. Kami telah meminta Pemerintah Kabupaten Pati menutupnya, tetapi tidak pernah dilakukan,” kata aktivis JMPPK, Suyitno.
Provinsi Jateng membutuhkan sedikitnya 140 ton beras, sebagai stok cadangan guna menyokong penduduk yang berada di pengungsian, jika terjadi bencana alam.