Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tinjau Ulang MOU 1978

Kompas.com - 17/10/2011, 02:19 WIB

Tanjung Datu, Kompas - Komisi II DPR akan mempelajari lagi nota kesepahaman atau memorandum of understanding antara Indonesia dan Malaysia tahun 1978 tentang perbatasan di Tanjung Datu dan Camar Bulan.

Hasilnya diharapkan bisa menjadi dasar untuk perundingan dengan Malaysia berkaitan dengan penetapan Tanjung Datu sebagai outstanding boundary problems bagi kedua negara.

Demikian hasil kesimpulan kunjungan beberapa anggota Komisi II. Ketua rombongan Hakam Naja, Minggu (16/10), menyatakan, pihaknya akan meneliti lebih lanjut apakah nota kesepahaman (MOU) 1978 telah optimal bagi Indonesia. Karena itu, pihaknya akan memanggil pihak-pihak yang terkait dengan perundingan itu. Temuan yang ada nantinya diharapkan menjadi bekal bagi delegasi Indonesia dalam perundingan perbatasan dengan Malaysia yang menurut jadwal berlangsung akhir tahun ini. Beberapa pihak akan dipanggil DPR.

Di Jakarta, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, MOU 1978 itu bukan perjanjian tapal batas dan tidak menjadi referensi yang mengikat bagi kedua negara.

Ia mengatakan, Pemerintah Indonesia harus melihat ke lapangan apakah Malaysia telah membuat patok sesuai dengan MOU tahun 1978. Bila sudah dilakukan pemasangan patok oleh Malaysia, menurut Hikmahanto, pemerintah bisa secara tegas meminta agar patok-patok tersebut dibongkar. ”Hal ini karena koordinat yang telah disepakati dalam MOU 1978 belum mengikat dan menjadi referensi perbatasan di OBP (masih menjadi masalah atau outstanding boundary problems) di Tanjung Datu. MOU bukanlah perjanjian perbatasan antara Malaysia dan Indonesia. Bahkan, MOU belum pernah disahkan oleh DPR,” kata Hikmahanto di Jakarta, Minggu.

Dalam peninjauan lapangan yang berlangsung dari Jumat hingga Minggu tersebut, enam anggota Komisi II berdiskusi dengan Gubernur Kalimantan Barat Cornelis MH dan Panglima Kodam XII/Tanjungpura Mayjen Geerhan Lantara terkait kondisi terakhir. Dalam paparannya, Cornelis menggarisbawahi, tidak terjadi pencaplokan seperti diberitakan media massa belakangan ini. Namun, menurut dia, ada perubahan pada MOU 1978 yang seharusnya dipertanyakan. ”Kami minta dilihat lagi dan dibuka lagi,” kata Cornelis.

Menurut Cornelis, bahwa kemudian Indonesia kalah dalam diplomasi, hal itu adalah masalah belakangan. Namun, kalau hal ini tidak dipertanyakan, sama saja Indonesia menyerahkan tanah secara gratis. Cornelis juga memaparkan ada masalah di perbatasan, yaitu 1.700 orang Sambas tinggal di wilayah Malaysia. Namun, saat Komisi II melakukan pemantauan lapangan, tidak terlihat adanya permukiman di wilayah Camar Bulan yang merupakan hutan belantara. Sementara Geerhan berkali-kali menandaskan, tidak ada pergeseran patok. ”Prajurit TNI melaksanakan tugasnya dengan baik menjaga batas NKRI sesuai MOU 1978. Tidak ada pergeseran patok, apalagi pencaplokan,” katanya.

Hal senada disampaikan anggota Komisi II, Ramadhan Pohan. Saat rombongan berada di antara patok A 104 dan A 54 yang masing-masing ditempuh selama setengah jam naik sepeda motor dari Desa Temajuk di jalan pasir dan berjalan 1 kilometer masuk hutan, Ramadhan menandaskan, sama sekali tidak ada pencaplokan. Namun, menurut dia, tingkat kesejahteraan masyarakat di Tanjung Datu harus ditingkatkan. Sementara terkait dengan MOU 1978, Indonesia seharusnya lebih canggih lagi pendekatannya dibandingkan dengan kesepakatan Belanda dan Inggris tahun 1891 dan 1915.

Hikmahanto mengatakan, pemerintah bisa meminta Malaysia melakukan survei dan merundingkan titik koordinat karena perkembangan di Indonesia yang tidak memungkinkan koordinat berdasar MOU 1978 dijadikan dasar perjanjian perbatasan. Menurut Hikmahanto, pemerintah jangan sampai menghapus masalah Tanjung Datu hanya dengan mengatakan tidak ada pergeseran patok. Justru sebaliknya, masalah perbatasan di Tanjung Datu yang mencuat kembali harus membuat pemerintah gigih mempersoalkannya ke Malaysia.

Mantan Presiden Megawati Soekarnoputri di Jakarta, Jumat, meminta Pemerintah Indonesia jangan main-main dengan wilayah kedaulatan negara. Bila perlu, pemerintah ”bertempur” mempertahankan wilayah yang susah payah diperjuangkan sejak penyerahan kedaulatan oleh Belanda ke Republik Indonesia hingga pengakuan internasional tentang bentuk negara kepulauan dalam Deklarasi Juanda.(EDN/ATO/BIL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com