Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inspirator Hidup Bangsa yang Terkulai...

Kompas.com - 13/10/2011, 02:02 WIB

Peneliti senior Centre for Strategic and International Studies, J Kristiadi, mengatakan, Pancasila sebagai ideologi bangsa sedang diuji. Para pendiri bangsa berhasil merumuskan pemikiran-pemikiran besar, sarat dengan nilai-nilai bangsa sebagai dasar, ideologi, dan falsafah bangsa.

Pancasila adalah kekayaan ideologi bangsa yang tak ternilai harganya. Ia merupakan kristalisasi nilai-nilai luhur yang digali dari akar budaya bangsa. Namun, Pancasila sedang terkulai, seakan ditinggalkan begitu saja oleh anak bangsa: penguasa, politisi, generasi muda, cendekiawan, akademisi, konglomerat, ekonom, dan kaum rohaniwan.

Bahrul Hayat, ketika membuka dialog itu, mengatakan, Pancasila sudah sangat mendesak menjadi gerakan bersama seluruh bangsa untuk direalisasikan. Pancasila memiliki nilai kekinian yang sangat relevan dengan perkembangan zaman.

”Sila-sila dalam Pancasila tak hanya menjadi doktrin baku, tetapi harus diaktualisasikan dalam kehidupan konkret. Fungsi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan refleksi kehidupan dalam kebinekaan harus terus dikembangkan,” katanya.

Direktur Jenderal Bimas Katolik Kementerian Agama Anton Semara Duran mengatakan, nilai Pancasila harus diajarkan sejak anak usia dini, seperti kerukunan agama dan ajaran agama harus dipadukan dengan nilai-nilai Pancasila. Sudah saatnya pendidikan Pancasila masuk dalam kurikulum wajib di sekolah serta di kalangan generasi muda, orang tua, dan elemen masyarakat lain.

Dosen Fakultas Filsafat Universitas Parahyangan, Bandung, Bambang Sugiharto, mengatakan, Pancasila jangan dipahami sebagai ideologi mati yang tidak bermakna bagi bangsa, tetapi memiliki roh yang mencerahkan.

”Pancasila sudah jatuh dalam pola indoktrinasi melalui Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila dan menjadi perbincangan teoretis abstrak dan pelik. Karena itu, Pancasila perlu didekati dari sisi estetika saat negara kehilangan arah, dicabik-cabik kekerasan atas nama agama,” katanya.

Pengalaman yang bertentangan dengan Pancasila diangkat lewat karya-karya seni, seperti novel, cerpen, dan pengalaman lain yang disajikan secara khusus sampai menyentuh, mengharukan pembaca (pendengar). Kelompok-kelompok ekstrem pun masuk melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu, unsur estetika Pancasila ini harus masuk melalui jalur pendidikan dengan pengalaman-pengalaman konkret. (KORNELIS KEWA AMA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com