Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Aceh Terancam Limbah Merkuri

Kompas.com - 11/10/2011, 03:29 WIB

Banda Aceh, Kompas - Limbah merkuri mengancam masyarakat di tiga kecamatan di wilayah Kabupaten Aceh Selatan. Limbah tersebut berasal dari pertambangan emas yang dari tahun ke tahun kian meluas di wilayah tersebut tanpa memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.

”Pengelolaan emas masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan bahan kimia merkuri. Pengolahan secara tradisional ini ternyata memberikan nilai tambah bagi penghasilan masyarakat. Namun, masalah lain muncul kemudian, di antaranya masyarakat membuang limbah merkuri hasil pengolahan emas di sembarang tempat,” papar Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh TM Zulfikar di Banda Aceh, Aceh, Senin (10/10).

Tambang emas di Aceh Selatan selama ini dikelola oleh koperasi dan masyarakat. Pertambangan tersebut tersebar di Kecamatan Kluet Tengah, Pasie Raja, dan Sawang.

Menurut TM Zulfikar, dari hasil investigasi Walhi Aceh, kasus terakhir sejumlah pohon kelapa dan pohon rumbia di Desa Kampung Baru, Kecamatan Labuhan Haji, serta ikan peliharaan di Desa Alue Meutuah Meukek mati diduga akibat limbah merkuri. Bahkan, sebelum Ramadhan lalu, dua ternak kerbau milik warga di Kecamatan Sawang, masing-masing seekor di Desa Meuligo dan seekor di Desa Tring Meuduro, mati.

”Pembuangan limbah merkuri bahkan dilakukan di daerah pantai dan kawasan permukiman padat. Hal ini sangat berpotensi merusak kesehatan masyarakat, baik melalui kontak langsung dengan merkuri maupun melalui media air yang disebabkan oleh hujan dan air laut,” tutur TM Zulfikar.

Limbah merkuri yang mencemari laut tersebut akan sangat mungkin menyebar ke daerah yang lebih luas. Di samping itu, ikan-ikan hasil tangkapan nelayan di daerah tersebut juga akan tercemar. ”Bila ikan tercemar dikonsumsi oleh manusia, maka kandungan merkuri yang ada dalam ikan tersebut akan tinggal di dalam tubuh manusia dan merusak kesehatannya secara pelan-pelan, tetapi pasti,” ungkap dia.

Jika persoalan ini tak segera ditanggulangi secara menyeluruh, dikhawatirkan di kemudian hari akan terulang kembali dalam skala yang lebih luas dan semakin tidak terkendali. Selain itu, pemerintah juga perlu menertibkan peredaran merkuri secara ilegal yang marak terjadi di Aceh Selatan selama ini. Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 30/MPP/Kep/7/1997 Tentang Barang yang Diatur Tata Niaga Impornya, distribusi dan jual beli merkuri harus terdaftar dan minimal melalui izin bupati atau wali kota dengan persyaratan kelayakan lingkungan hidup yang ketat.

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf mengatakan, Pemerintah Provinsi Aceh melarang penambangan tanpa izin. Kegiatan pertambangan ilegal seperti inilah yang sangat rawan menimbulkan kerusakan lingkungan.

”Sejak kebijakan moratorium, kebijakan lingkungan kami tetap, menjaga kelestarian lingkungan,” ujar Irwandi. (HAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com