Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepemilikan Tanah Manokwari Zaman Belanda

Kompas.com - 07/10/2011, 22:45 WIB
Ichwan Susanto

Penulis

9. Herman Rumfabe, menguasai Kwawi.

"Semua informasi tersebut masih tertulis dalam Bahasa Belanda dan saya temukan dalam dokumen Sejarah Pemerintahan Kolonial Belanda dan Sistem Administrasi Pertanahannya, sewaktu saya berkunjung dalam perjalanan Speaking Tour ke Eropa dan mengunjungi Museum Nasional Belanda di Den Haag tahun 2009," ucap Yan Warinussy yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari.

Berdasar penjelasan dari dokumen tersebut, ia mengatakan semua aktivitas transaksi alih fungsi tanah-tanah adat di kota Manokwari dan sekitarnya selama ini sudah banyak kesalahan dari sisi penjualan yang dilakukan oleh oknum-oknum yang menyatakan dan mengklaim dirinya secara sepihak sebagai pemilik tanah adat.

"Padahal mereka tidak memiliki satu dokumen apapun secara tertulis yang dapat diakui secara hukum bahwa statusnya adalah pemilik tanah adat tersebut," kata Yan.

Para oknum itu melakukan transaksi jual-beli tanah adat secara melawan hukum kepada para investor atau warga masyarakat dan pejabat di daerah ini dengan tanpa dilindungi dokumen-dokumen yang dapat dipertanggung-jawabkan secara hukum.

"Dengan demikian saya ingin mengingatkan para pejabat pembuat akta tanah (PPAT) atau notaris di Manokwari agar lebih teliti dan berhati-hati dalam menerima oknum-oknum tersebut dalam melakukan transaksi atas tanah adat di Manokwari dan sekitarnya tanpa sepengetahuan para pemilik tanah adat tersebut di atas atau turunannya saat ini," tutur.

Hal ini menurutnya penting. Karena di kemudian hari tindakan-tindakan tersebut berimplikasi secara hukum baik pidana, perdata maupun tata usaha negara berdasarkan ketentuan hukum yang tersirat dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata dan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Sementara itu, terkait kasus tuntutan hak ulayat akan tanah Bandara Rendani Manokwari yang kini masih hangat di Manokwari, ia mengingatkan dalam dokumen di atas juga telah dijelaskan tentang kepemlikan tanah adat di Rendani, termasuk lokasi Bandar Udara Rendani, berada pada Willem Roemsajor.

Pada tahun 1954, Willem Roemsajor sebagai Kepala Kampung Mansinam telah menerima pembayaran ganti rugi sejumlah 198 gulden dari perusahaan penerbangan Belanda bernama Beaven - Helling untuk penggunaan lokasi lapangan terbang Rendani. "Itu artinya bahwa status kepemilikan tanah adat tersebut dari Bapak Willem Roemsajor diakui secara legal oleh pemerintah Kolonial Belanda saat itu," ucapnya.

Karena itu, menurut Yan, terhadap area bandar udara Rendani saat ini, yang paling berhak secara hukum untuk melakukan transaksi dan atau menerima pembayaran ganti rugi tanah dari Pemerintah adalah keturunan Willem Roemsajor (almarhum), yaitu Corneles Roemsajor (mantan anggota DPRD Kabupaten Manokwari di Kenari Tinggi).

Lebih lanjut, Yan memberi saran kepada Pemkab Manokwari agar melakukan kajian atas dokumen yang lengkap dan obyektif dari semua pemuka adat yang ada di kota Manokwari atau Tanah Doreri. "Nama Doreri menurut saya tentu tidak muncul begitu saja, tapi nama tersebut telah melewati beberapa catatan sejarah peradaban umat manusia Papua yang begitu panjang, yang kemudian diberi nama dengan bahasa Numfor sebagai Mnukwar yang artinya Kampung Tua yang kemudian kini disebut sebagai Manokwari," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com