Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jepara, Bertopang pada Kayu dan Ukiran

Kompas.com - 19/09/2011, 03:10 WIB

Menurut penulis Kartini, Pembaharu Peradaban, Hadi Priyanto, pada masa Kartini, para pengukir di Dusun Belakang Gunung hidup miskin dan sederhana. Mereka tinggal di rumah reot yang terbuat dari bambu dan beratap daun nipah.

”Mereka tidak mempunyai tempat untuk memasarkan ukir-ukiran. Mereka bahkan tidak dapat menentukan harga karya karena pembeli yang memegang kendali. Berapa pun uang yang diberikan pembeli, mereka menerima begitu saja,” kata Hadi.

Sekarang kondisi Dusun Belakang Gunung telah berubah. Sebagian besar rumah perajin sudah berupa bangunan permanen dan di hampir setiap rumah terdapat ruang pamer dan kerja di bagian depan. Jalan desa, yang semula sulit dilalui dua mobil yang berpapasan, kini dapat dimasuki truk-truk tronton pengangkut karya para pengukir. Para pembeli dan wisatawan dari luar negeri kerap berkunjung ke dusun itu.

Perkembangan tersebut membuat Pemerintah Kabupaten Jepara menetapkan Desa Mulyoharjo sebagai Sentra Kerajinan Ukir dan Kayu. Sentra itu tidak melulu berorientasi pada kepentingan bisnis, tetapi juga pendidikan dan penelitian di bidang seni ukir.

”Kami selalu membuka diri bagi peneliti, akademisi, dan wisatawan untuk meneliti ataupun belajar seni ukir di tempat kami,” kata Kepala Desa Mulyoharjo HM Rosyid.

Tantangan

Seiring dengan berjalannya waktu, Pemerintah Kabupaten Jepara dihadapkan pada sejumlah tantangan untuk mempertahankan kualitas produk dan mengembangkan pasar mebel serta ukiran. Dua di antara tantangan-tantangan itu adalah persediaan bahan baku dan pemasaran.

Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia Jepara mencatat, kebutuhan kayu di Jepara mencapai 300.000 meter kubik-500.000 meter kubik per tahun. Kalau suplai kayu hanya mengandalkan Perhutani, bakal terjadi ketidakseimbangan karena Perhutani hanya mampu memproduksi 380.000 meter kubik kayu per tahun, yang dimanfaatkan tidak hanya oleh Jepara.

”Selain mengembangkan jati rakyat di lahan kritis Jepara, kami juga mencoba membuat furnitur dan ukiran dari kayu-kayu lain, seperti kayu damar, mindi, meh, pinus, dan karet. Selain itu, kami juga membuat jejaring dengan daerah lain yang mampu menyuplai kayu ke Jepara,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Jepara Edy Sujatmiko.

Terkait dengan pemasaran, Pemerintah Kabupaten Jepara berupaya mempromosikan mebel dan ukiran ke pasar lokal, nasional, dan luar negeri. Tiap tahun, dana Rp 1 miliar dikucurkan dari APBD untuk kegiatan pengembangan industri mebel dan ukiran. Dana sekitar Rp 900 juta di antaranya digunakan misi dagang dalam dan luar negeri, misalnya mengikuti pameran International Furniture and Craft Fair Indonesia.

Adapun untuk melindungi karya mebel dan ukiran Jepara di tengah pasar internasional serta ancaman klaim negara-negara lain, Pemerintah Kabupaten Jepara mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Mebel Ukir Jepara (MUJ) ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kini, Jepara memiliki HKI tersebut berdasarkan indikasi geografis (IG) dengan logo MUJ pada 2010 dan sebanyak 99 desain khas Jepara telah terdaftar.

HKI IG merupakan identitas suatu barang yang berasal dari suatu tempat, daerah, atau wilayah tertentu. Identitas tersebut menentukan adanya kualitas, reputasi, dan karakteristik, termasuk faktor alam serta manusia yang dijadikan atribut barang tersebut. IG tersebut diharapkan mampu menjamin perlindungan sekaligus meningkatkan daya saing ekonomi mebel Jepara di tingkat internasional.

”Kami akan maju selangkah lagi ke pasar internasional. Sebanyak 20 pengusaha mebel dan ukiran akan mengawali penggunaan logo MUJ di produk-produk mereka. Saat ini, kami sedang mendaftarkan mereka ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata Edy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com