Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerusuhan Baru di Ambon?

Kompas.com - 14/09/2011, 04:24 WIB

Pertama, kesadaran yang relatif merata di kalangan penduduk Ambon (dan Maluku secara umum) bahwa mereka adalah korban. Berbagai macam kerugian fisik dan mental selama konflik mengantar penduduk Ambon ke titik jenuh untuk berkonflik. Meski hidup segregatif, penduduk Ambon terus mengembangkan toleransi guna mencegah ketersinggungan ”saudara kita di sebelah”. Semua pihak harus menjaga kejenuhan berkonflik ini sebelum ada provokasi politik sebagai energi baru untuk memobilisasi konflik.

Kedua, konflik telah melahirkan kesadaran institusi keagamaan berbenah diri. Pembenahan secara sistematis terlihat terutama dalam tubuh Gereja Protestan Maluku (GPM). Dalam beberapa keputusan dan laporan program kerja GPM 10 tahun terakhir, terlihat keinginan GPM untuk hadir sebagai ”Gereja orang Maluku”. Pembaruan teologi Gereja ”prokehidupan”, misalnya, telah membantu aparat Gereja merumuskan program konkret dalam mempromosikan perdamaian dan rekonsiliasi.

Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Maluku di tengah konservatisme yang melanda MUI di level nasional justru dapat menempatkan diri pada konteks lokal yang mesti tetap mengampanyekan pentingnya ”pluralisme” bagi masyarakat Maluku. Setelah konflik, MUI bersama GPM dan Keuskupan Amboina aktif mendorong kelahiran Lembaga Antar-iman Maluku. Lahir pula pemikir Muslim di Maluku yang sedang bergumul merumuskan ”Islam Mazhab Ambon”, sebuah pandangan yang memperjuangkan proses inkulturasi Islam dan budaya lokal.

Jika diyakini bahwa institusi agama berperan dalam proses mobilisasi konflik Ambon, berbenahnya institusi keagamaan di Ambon tentu akan berperan mencegah konflik baru.

Akhirnya, sumber frustrasi terbesar masih berada di pundak pemerintah. Pemerintah Kota Ambon, Provinsi Maluku, dan Jakarta agaknya hanya tertarik pada program pembangunan infrastruktur yang manipulatif dan koruptif. Program jangka panjang seperti penguatan proses rekonsiliasi dan pemulihan trauma diabaikan begitu saja. Entah apa yang bisa diharapkan dari pemerintah yang bebal seperti ini!

Raja Juli Antoni Kandidat Doktor di Universitas Queensland, Australia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com