Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berbagi pada Saat Mudik

Kompas.com - 28/08/2011, 02:03 WIB

Pulang ke kampung halaman saat Lebaran tidak sekadar menjadi ritual mudik bagi para pedagang nasi warteg asal Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Lebih dari itu, saat Lebaran merupakan saat berbagi rezeki dengan sesama serta saatnya membangun kebersamaan di kampung halaman.

Hampir semua pedagang warteg yang mudik ke Tegal menyisihkan sebagian rezekinya untuk dibagikan kepada tetangga-tetangga mereka. Itu bentuk syukur atas hasil yang diperoleh selama berjualan.

”Caranya bermacam-macam, ada yang diantar sendiri, ada masyarakat penerima yang datang ke rumah, ada pula pedagang warteg yang membagikan kupon kepada masyarakat. Ada yang bentuknya uang, ada juga yang berbentuk barang,” kata Hadi Wuryanto (30), pedagang warteg asal Kelurahan Cabawan, Kecamatan Margadana, Kota Tegal, Kamis (25/8).

Jumlah bingkisan atau sedekah yang dibagikan juga bervariasi, mulai dari puluhan, ratusan, bahkan hingga puluhan ribu paket.

Kelurahan Cabawan merupakan salah satu kampung pedagang warteg di Kota Tegal. Selain Cabawan, wilayah yang terkenal sebagai asal para pedagang warteg adalah di Kelurahan Margadana dan Krandon di Kecamatan Margadana, Kota Tegal. Selain itu, juga Desa Sidakaton dan Sidapurna di Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal.

Pusat Koperasi Warteg mencatat, sekitar 26.000 pedagang warteg asal Kota Tegal dan Kabupaten Tegal berjualan di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).

Keluarga besar

Menurut Hadi, bagi-bagi sedekah terkadang tidak dilakukan perorangan, tetapi oleh keluarga besar. Ia, misalnya, tidak membagikan sedekah sendirian, tetapi bergabung dengan keluarga besar mertuanya, Dirjo (60), yang juga merupakan pedagang warteg.

Kegiatan itu, lanjutnya, selalu dilakukan setiap tahun sebagai wujud syukur atas kelangsungan usaha yang mereka jalankan. Selain itu, para pedagang warteg juga merasa perlu untuk beramal karena diberi kelebihan rezeki.

Hadi mengakui, saat ini kondisi usaha warteg memang tidak sebagus tahun-tahun sebelumnya. Dalam setahun terakhir, pedagang warteg harus berhadapan dengan kenaikan harga bahan pangan yang tinggi. Padahal, mereka sulit menaikkan harga jual makanan sehingga mengakibatkan keuntungan yang diperoleh turun sampai 30 persen.

Meskipun demikian, kondisi itu tidak menyurutkan langkah pedagang warteg untuk berbagi. Mereka juga menyiapkan bingkisan dan hantaran untuk diberikan kepada kerabat yang lebih tua, sebagai bentuk rasa hormat.

”Setahun sekali, jadi harus tetap dilakukan,” tutur Hadi, yang berjualan di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan.

Bagi Sutari (38), pemilik warteg di wilayah Jatinangor, Bandung, Lebaran menjadi momentum para pedagang warteg untuk membangun kebersamaan. Saat Lebaran, mereka bisa berkumpul dan bersilaturahim bersama sanak saudara.

Para pedagang warteg ini mulai ke kampung halaman sekitar satu pekan sebelum Lebaran. Mereka biasanya berada di kampung halaman hingga dua pekan, sebelum kembali ke perantauan.

Saat berada di kampung halaman, mereka memanfaatkan waktu untuk membaktikan diri pada kehidupan sosial kemasyarakatan. Mereka memanfaatkan waktu untuk berbagi dengan tetangga, berbagi dengan anak yatim, ataupun bersama-sama membantu saudara yang hendak mendirikan rumah.

Saat Lebaran biasanya juga digunakan oleh para pedagang warteg untuk mengadakan hajatan.

Ketua Dewan Penasihat Pusat Koperasi Warteg Harun Abdi Manaf melihat semangat kehidupan sosial para pedagang warteg tinggi meskipun kondisi usaha warteg tidak sebagus tahun-tahun sebelumnya. Mereka bersama-sama membangun kemajuan bagi kampung halaman.

Sekitar tahun 2003, para pedagang warteg di Kelurahan Cabawan membangun kantor kelurahan tanpa bantuan pemerintah melalui gerakan sepiring nasi. Kantor kelurahan senilai Rp 300 juta selesai dibangun dalam waktu dua bulan dari hasil iuran pedagang warteg di wilayah itu.

”Saat itu ada sekitar 800 pedagang warteg di Cabawan. Setiap hari mengumpulkan uang senilai satu piring nasi,” kata Harun, yang menjadi ketua panitia pembangunan kantor kelurahan tersebut.

Uang yang dikumpulkan tersebut kemudian digunakan untuk membangun kantor kelurahan, yang hingga saat ini masih berdiri kokoh. Selain kantor kelurahan, beberapa masjid juga dibangun dari program gerakan sepiring nasi oleh para pedagang warteg. (WIE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com