Di tempat yang sama, tim POM menguji kerupuk merah dan cincau hitam dengan
Kekenyalan cincau hitam di pasar itu di luar batas kewajaran. Tim kesulitan menghancurkan cincau itu karena saking kenyalnya. Ironisnya, permintaan cincau hitam saat puasa kali
Adapun kerupuk merah, seperti juga temuan tim pada Mei lalu, mengandung bahan berbahaya berupa rhodamin B, atau pewarna tekstil. Kompas masih melihat pedagang makanan, warung nasi, dan soto menyediakan kerupuk merah tersebut.
Kedatangan tim POM disambut respons beragam. Pedagang tidak menyangka ada pemeriksaan bahan makanan.
Bersama tim POM, turut serta Wakil Wali Kota Depok Idris Abdul Somad. Idris meminta kepada dinas perindustrian dan perdagangan agar meningkatkan pengawasan peredaran bahan berbahaya tersebut.
Penyalahgunaan bahan berbahaya pada makanan jelas melanggar Peraturan Undang Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Namun, pedagang tidak pernah mengetahuinya. Mereka hanya menerima kiriman barang, kemudian menjual.
Menurut Andri Chaniago (29), pemilik kios bahan makanan di Pasar Agung, selama ini juga tak pernah ada pembinaan dari pemerintah agar tak menjual bahan berbahaya. ”Kami
Ketika ditanya asal-muasal bahan berbahaya, seperti boraks, Andri mengaku tidak tahu. Barang itu masuk ke pasar dikirim oleh agen. Mereka tidak pernah menceritakan dengan jelas dari mana mendapatkan bahan tersebut. ”Kalau ditanya dari mana, mereka bilang, ’kami juga dapat kiriman’,” katanya.
Konsumen juga demikian, pengetahuan mereka mengenai bahan berbahaya masih minim. Ani (31), ibu rumah tangga yang sering membeli cincau hitam, tidak dapat membedakan cincau dengan boraks dan cincau tanpa boraks. Semua cincau dianggapnya sama.