Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari Thailand dan Vietnam

Kompas.com - 19/08/2011, 02:21 WIB

Thailand dan Vietnam adalah sumber utama beras impor Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Apalagi ketika Perum Bulog mengimpor 1,848 juta ton hingga 5 April 2011 atau setara dengan 92,51 persen izin impor dari pemerintah yang dijatahkan hingga 2 juta ton untuk periode Oktober 2010-Mei 2011.

Direktur Utama Perum Bulog Sutarto Alimoeso kepada Kompas awal pekan ini mengatakan, impor sebesar itu dilakukan dalam ”operasi senyap”.

Alasannya, harga beras internasional sensitif terhadap produksi karena stoknya tipis. Dia berharap, Indonesia memiliki satu lembaga yang mengurusi kebijakan pangan, terutama beras, sehingga lembaga itu bisa bergerak lincah dalam pengadaan pangan.

Ada baiknya Indonesia menoleh kepada dua negara sumber utama impor beras, Thailand dan Vietnam, sehingga mereka menjadi pemasok terbesar beras dunia.

Vietnam sangat serius dan konsisten memperlakukan beras sebagai komoditas strategis. Hal itu tecermin dalam kebijakan dan program kerja pemerintahnya. Dalam diskusi perberasan ASEAN di Jakarta beberapa waktu lalu oleh Kementerian Pertanian, Duta Besar RI untuk Vietnam Pitono Purnomo mengatakan, untuk mendorong produksi beras, Pemerintah Vietnam menjamin petani mendapat untung 30 persen yang dihitung dari total biaya.

Sekitar 70 persen pertanian padi dilakukan di Delta Mekong yang rawan perubahan iklim. Dalam kondisi normal, 4 juta ha sawah dapat dipanen 3 kali setahun dengan produktivitas 8-9 ton gabah per ha. Pemerintah membebaskan pajak pengairan dan pajak lahan sawah hingga luasan tertentu. Pemerintah juga berinvestasi di pengairan senilai 145 juta dollar AS dan gudang beras berkapasitas 2,8 juta ton senilai 360 juta dollar. Pajak impor untuk alat dan mesin pertanian pun diturunkan menjadi 0-5 persen.

Bunga kredit disubsidi, petani hanya membayar 14 persen setahun, sementara bunga pinjaman untuk umum 22 persen dan bunga deposito 18 persen. Pajak ekspor 0 persen, tetapi ketika perusahaan eksportir membeli beras petani dikenai pajak 5 persen. Petani yang gagal panen karena di luar kekuasaan petani mendapat ganti rugi berupa benih dan pupuk.

”Biaya riset pertanian 2 miliar dollar AS. Anggaran ristek mereka 2 persen dari PDB, padahal PDB Vietnam seperenam Indonesia,” kata Pitono.

Kebijakan pro petani

Kunci keberhasilan Thailand adalah dukungan kuat dari pemerintah dan Kerajaan Thailand melalui kebijakan strategis dengan dipayungi undang-undang perdagangan beras tahun 1946.

”Dukungan kuat pemerintah dan institusi kerajaan dalam bentuk perencanaan terintegrasi, terarah, dan pro petani. Tidak ada wilyah pertanian berani diubah-ubah menjadi industri dan perumahan,” kata Duta Besar RI untuk Thailand Mohammad Hatta dalam diskusi yang sama.

Thailand memiliki Komite Kebijakan Beras Nasional, dipimpin langsung perdana menteri dan beranggotakan para menteri terkait masalah padi, beras, dan petani. Karena kebijakan terintegrasi, harga beras tak pernah jadi persoalan inflasi.

Komite bertugas membuat dan mengajukan kebijakan dan strategi jangka pendek dan jangka panjang kepada parlemen. Di bawah koordinasi komite ini ada Kementerian Pertanian dan Koperasi yang memiliki departemen khusus untuk beras. Tugasnya, antara lain, membuat analisis dan kajian bagi kebijakan pemerintah, meneliti varietas baru padi dan teknologi terkait, alih teknologi ke petani, mengembangkan produksi, serta mendukung sistem pascaproduksi. Biro penelitian dan pengembangan beras memiliki pusat penelitian di 27 tempat di seluruh Thailand.

Kementerian Perdagangan menangani pascaproduksi berupa penyimpanan serta perdagangan gabah dan beras dalam negeri dan ekspor. Gabah petani sebanyak 45 persen dijual ke swasta, 30 persen ke penggilingan beras, dan sisanya disimpan di koperasi petani dan lumbung negara.

Beras yang diolah penggilingan sebanyak 45 persen untuk ekspor dan sisanya dikonsumsi di dalam negeri. Pinjaman bunga lunak disalurkan melalui Bank Pertanian dan Koperasi yang berdiri sejak 1966.

Kerajaan pun mendukung penuh melalui Yayasan Beras Thailand. Lembaga ini berperan penting dalam penelitian dan pengembangan padi dan beras serta kesejahteraan petani. Di dalam yayasan ada wakil kerajaan, pemerintah, pengusaha, dan asosiasi petani.(Ninuk M Pambudy/Orin Basuki)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com