Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Papua, di Mana Komnas HAM?

Kompas.com - 10/08/2011, 09:18 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarty menilai, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia lemah dalam mengawasi kasus-kasus kekerasan di Papua. Menurut dia, saat ini otoritas pemantauan HAM yang dilakukan Komnas HAM tidak berdaya karena ketertutupan informasi dan ketidakpedulian TNI terhadap rekomendasi yang diberikan.

"Lemahnya kemauan dan keberanian Komnas HAM ini menjadi faktor penghambat dalam melakukan pengawasan terhadap aktor-aktor keamanan, apalagi dalam melakukan pengawasan terhadap aktor-aktor keamanan," ujar Poengky dalam acara peluncuran penelitian dan diskusi publik bertajuk "Sekuritisasi Papua: Implikasi Pendekatan Keamanan terhadap Penegakan HAM di Papua" di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa (9/8/2011).

Poengky menuturkan, pekan lalu, setidaknya ada tiga peristiwa kekerasan yang terjadi Papua. Peristiwa pertama terjadi pada Minggu, 31 Juli 2011, yaitu konflik perebutan dukungan resmi Partai Gerindra untuk kursi Kabupaten Puncak yang menewaskan 23 orang di Ilaga.

Kedua, penganiayaan dan pembunuhan sekolompok orang tak dikenal di tanjakan Nafri-Abepura pada Senin, 1 Agustus 2011, yang menewaskan 4 orang dan melukai sedikitnya 7 orang.

Terakhir adalah penyerangan pos TNI di Tingginambut pada 2 Agustus 2011 yang mengakibatkan tewasnya seorang prajurit TNI, diikuti dengan penembakan helikopter milik TNI yang mengevakuasi jenazah prajurit TNI tersebut.

Menurut Poengky, peristiwa tersebut menunjukkan masih banyaknya kasus kekerasan yang harus dicermati oleh Komnas HAM. "Dalam hal ini diperlukan juga penguatan otoritas sipil dalam mengendalikan dan memantau pelaksanaan kebijakan politik serta penguatan pengawasan publik untuk menjaga agar tidak terjadi hal serupa," katanya.

Lebih lanjut, Poengky menuturkan, otoritas sipil dalam hal tersebut seharusnya juga di bawah kendali Presiden ataupun pengawasan parlemen oleh DPR. Ia mengatakan, hal tersebut penting dilakukan mengingat selama ini politik keamanan dan tindakan pengamanan di Papua dilakukan sendiri oleh TNI.

"September tahun lalu, Presiden Yudhoyono pernah mengutus tiga menteri koordinator untuk mengevaluasi pelaksaan otonomi khusus di Papua dan Papua Barat. Tetapi, hingga kini tindak lanjut dari kebijakan itu belum terlihat hasilnya," ujarnya.

Oleh karena itu, lanjut Poengky, penguatan pengawasan publik dan otoritas sipil membutuhkan prasyarat keterbukaan informasi kepada publik di sektor keamanan dan keamanan.

Ia menilai, selama ini pengawasan yang dilakukan oleh Komnas HAM, parlemen, dan Presiden di Papua sering kali tidak ada kontrol dan lemah untuk mengawasi pergerakan atau operasi militer.

"Hal itu terjadi karena yang menjadi prioritas di Papua adalah keamanan karena anggapan masih adanya ancaman. Yang kita inginkan adalah pihak-pihak terkait dapat lebih baik mengawasi hal-hal semacam itu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

    Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    [POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

    Nasional
    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

    Nasional
    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

    Nasional
    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

    Nasional
    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

    Nasional
    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

    Nasional
    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

    Nasional
    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Nasional
    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

    Nasional
    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

    Nasional
    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com